Tampilkan di aplikasi

Menelisik kejahatan kemanusaiaan di Rohingya

Majalah Swadaya - Edisi 183
30 November 2017

Majalah Swadaya - Edisi 183

Kenestapaan seolah tak ingin beranjak dari muslim Rohingya. Setelah mengalami kekerasan berlarut-larut dari militer Myanmar, kini mereka terpaksa harus angkat kaki dari tanah kelahirannya.

Swadaya
Sejumlah laporan menyebutkan, kekerasan demi kekerasan dilakukan oleh tentara Myanmar dan warga sipil bersenjata. Rumah-rumah Rohingya disiram bensin dan dibakar. Beberapa rumah bahkan dibakar bersama isinya. Orangtua, anak-anak, dan perempuan pun menjadi korban.

Sejak awal 1950-an, sebagian kaum muslim di bagian Arakan atau Rakhine mengklaim diri mereka sebagai kelompok etnis yang berbeda dan terpisah. Mereka menyebut dirinya sebagai Rohingya dan sudah ada di Rakhine atau Burma sejak dulu. Sayangnya, klaim tersebut tidak berhasil.

Hingga kini, mereka tidak mendapatkan pengakuan dari Myanmar dan keberadaannya diperdebatkan oleh kaum Buddha yang merupakan mayoritas di negara tersebut. Begitulah penjelasan singkat soal Rohingya menurut Jacques P Leider dalam tulisannya bertajuk ‘Rohingnya: The Name, The Movement, and The Quest for Identity'.

Mereka merupakan orang-orang dengan budaya dan peradaban yang berbeda-beda. Jika ditelusuri, nenek moyang muslim Rohingya berasal dari Arab, Moor, Pathan, Moghul, Bengali, dan beberapa Indo-Mongoloid. Bahkan, pemukiman muslim di Arakan telah ada sejak abad ke-7 Masehi.

Malangnya, walaupun sudah tinggal di Myanmar selama itu, Rohingya tidak dianggap ke dalam 135 etnis resmi negara tersebut. Mereka juga ditolak kewarganegaraannya di Myanmar sejak 1982, yang membuat mereka tanpa kewarganegaraan di tempat tinggalnya.

Sejak 1948, tahun kemerdekaan Myanmar, sudah ada sekitar 1,5 juta orang Rohingya yang meninggalkan tempat tinggalnya. Para pengungsi Rohingya kebanyakan ditemukan di Bangladesh, Pakistan, Arab Saudi, Thailand, dan Malaysia.

Pada tahun itu, ketegangan antara pemerintah Burma, yang saat ini dikenal sebagai Myanmar, dan Rohingya meningkat. Banyak di antara mereka yang menginginkan Arakan untuk bergabung dengan Pakistan yang mayoritas muslim.
Majalah Swadaya di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Edisi lainnya    Baca Gratis
DARI EDISI INI