Alhamdulillah, bertemu kembali di edisi kedua yang mengusung tema penguatan Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia sebagai basis kekuatan intelektual di bidang ekonomi syariah. Perjalanan berliku ekonomi syariah di tanah air mengingatkan kita pada pentingnya konsistensi menjaga risalah dan idealisme sebagaimana yang dilakukan Bernard Mandeville pada awal abad 18.
Ia mengkritik disiplin ilmu baru ilmu ekonomi saat itu yang lekat dengan sifat tamak, haloba, hasud dan egois. Pemikirannya ditaburkan di jalan-jalan raya kota London dalam sebuah karya monumentalnya; The Grumbling Hive or Knaves Turned Honest.
Mengajukan risalah ekonomi rabbani, bukanlah cita-cita sederhana, meski juga bukan utopia. Karena, ekonomi kita perlu tumbuh di bawah naungan falsafah pembangunan yang bersendikan pembangunan manusia seutuhnya. Tujuan akhir ekonomi tidak lain adalah pembangunan manusia itu sendiri, bukan manusia Prometheus yang tidak pernah berhenti ‘memperkosa’ alam, tetapi manusia mulia menurut pandangan tradisi besar Timur dan Barat.
Dia adalah manusia sempurna atau chun tzu yang menurut ajaran Kung Fu Tze adalah makhluk yang paling sempurna akhlaknya yang senantiasa takut pada Kuasa yang Lebih Tinggi. Kung Fu Tze juga menekankan kehadiran Manusia Unggul, jen, yang setia kepada fitrahnya (chung) dan berinteraksi dengan orang lain menurut prinsip kesalingan; saling menghormati yaitu melayani orang lain seperti melayani dirinya sendiri (shu). Konsep manusia seperti ini, menurut Anwar Ibrahim dalam The Asian Renaissance, sejajar dengan konsep insan shalih dalam Islam.
Maka, bicara pertumbuhan ekonomi harus melibatkan dimensi akhlak. Kita harus secara intens mengalihkan kajian ekonomi konvensional yang berasaskan konsep homo economicus yang syarat dengan kepentingan pribadi. Meski demikian, sebagian kajian konvensional ini diilhami oleh penemuan kembali falsafah akhlak Adam Smith dalam bentuknya yang lebih utuh dan menyeluruh.
Pengasas ilmu ekonomi yang kerap dihubungkan dengan kapitalisme tersebut telah menjadikan manusia sebagai engine penumpuk kekayaan. Tetapi, yang mengejutkan, dia sendiri menganggap “hikmah dan akhlak” lebih berhak disanjung dibandingkan dengan kekayaan materi. Setidaknya, itu yang nampak tersurat dalam karyanya; The Theory of Moral Sentiments.