Sama sekali bukanlah angka yang besar, Jika membandingkan populasi 125.000 warga Innsbruck dengan 2 juta penghuni medan. Padahal sama-sama berposisi sebagai kota Terbesar kelima di negaranya masing-masing. Namun bila jumlah wisatawan ke innsbruck Berbanding terbalik dengan volume minat Pelancong ke medan, itu perkara beda.
Innsbruck tidak dipandang sebagai transit, Melainkan destinasi pokok dalam pariwisata. Ia juga memainkan peran kepemerintahan sebagai ibukota negara bagian Tyrol. Untuk urusan kepemerintahan ini ia tidak bisa dipandang remeh sekedar sebuah ibukota negara bagian, karena Innsbruck ternyata pernah jadi pusatnya Austria ketika Kaisar Maximilian I memilih berdiam di sana pada era 1490an. Rupanya sang kaisar mendapatkan insersi inspirasi berkat pemandangan indah pegunungan yang menaungi kota berbendera merah ini.
Meskipun komunitas manusia telah berdiam di sana sejak Zaman Batu (Stone Age), namun tonggak sivilisasinya lebih dikenal luas sejak masukya pengaruh Romawi pada abad ke IV, disusul pemberian sebuah nama klasik Oeni Pons atau Oeni Pontum kepadanya, terilhami oleh jembatan kayu (Pontum) yang dibangun di atas Sungai Inn (Oeni) yang membelah area tersebut.
Nama ini kemudian diinterpretasikan ke dalam Bahasa Jerman menjadi Innsbruck, juga bermakna sama, seperti yang dikenal dunia sekarang. Innsbruck memelihara dengan baik warisan pengaruh Late Gothic yang terpancar dari seni arsitektur miliknya; rumah-rumah berdinding pipih jangkung, jalan sempit berkelok-kelok yang tersusun rapi sejak ratusan tahun, serta ornamenornamen mewah yang disisipkan secara tak terduga.
Jika berpikir bahwa kota dengan model kuno akan dimonopoli oleh kesan usang atau ‘kelabu’, maka Anda keliru, sebab bangunan di Innsbruck dilaburi oleh warna-warna cerah. Kuning, hijau, merah, biru.
