Tampilkan di aplikasi

Bisnis logam tanah jarang yang tidak lagi jarang

Majalah Warta Ekonomi - Edisi 08/XXVIII/2018
9 Agustus 2018

Majalah Warta Ekonomi - Edisi 08/XXVIII/2018

Proses pertambangan terbuka dilakukan PT Timah Tbk, tidak hanya timah, produk logam tanah jarang juga menjadi komoditas tambang. / Foto : PT Timah

Warta Ekonomi
Meski disebut logam tanah jarang atau rare earth element (REE), sejatinya keberadaanya di alam relatif melimpah. Umumnya, unsur tanah jarang dijumpai di mineral ikutan, seperti bastnaesit, monasit, xenotim, apatit, dan zirkon.

Badan Geologi mengidentifikasi daerah yang potensial mengandung REE adalah daerah dengan batuan penyusun granit tipe S atau seri ilmenit (yang menghasilkan mineralisasi timah dengan mineral ikutan) yang bisa dijumpai di sepanjang sabuk timah yang memanjang ke selatan dari Kepulauan Riau sampai Bangka Belitung, serta di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

Berbicara mengenai potensi, US Geological Survey (USGS) menaksir pada akhir 2017 lalu, total cadangan REE mencapai 120 juta ton. Dari jumlah tersebut, negara dengan cadangan terbesar, sekitar 44 juta ton adalah China, disusul sebanyak 22 juta ton di Brasil dan 18 juta ton di Rusia.

Kebutuhan dunia unsur tanah jarang diperkirakan mencapai 136.000 ton per tahun, dengan produksi dunia sekitar 130.000 ton, dimana kekurangannya dipenuhi dari produksi tambang sebelumnya. Produsen terbesar adalah China 105.000 ton dan Australia 20.000 ton.

Meningkatnya permintaan REE oleh dunia diamini PT Inalum. Direktur Utama PT Inalum, Budi G. Sadikin menyatakan salah satu unsur REE, torium (th) saat ini sangat berharga di pasar dunia. Sayangnya, meski menjadi produk mineral ikutan PT Timah, namun belum dihilirisasi.

Padahal kalau diolah, elemen torium maupun elemen REE lainnya bisa digunakan untuk bahan baku industri elektronika, seperti layar TV, laptop, pengeras suara, speaker, telepon genggam, baterai kendaraan listrik, dan lain-lain.

“REE itu harganya sekarang naik menjadi US$68 ribu per metrik ton. Karena China tidak lagi ekspor, pemerintah sana menerapkan pelarangan ekspor karena ini jadi sangat laku. Salah satu contoh mudahnya, dulu kan speaker ukurannya besar, tapi kualitasnya begitu. Tapi sekarang di handphone, kualitasnya sama speaker yang dulu tidak kalah lho.
Majalah Warta Ekonomi di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI