Di awal Februari silam, ratusan investor berkumpul di Jakarta bersama menteri di bidang ekonomi untuk membahas prospek ekonomi Indonesia di tahun 2018. "Membahas terkait prospek makro, moneter, dan manufacturing sector. Karena kami ingin melihat pertumbuhan Indonesia kan harus naik 5% ini bagaimana investment dan manufacturing industri kita dorong supaya bisa pada tumbuh," kata Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo sebagai penyelenggara acara.
Tiko sapaan akrabnya memaparkan bahwa perekonomian Indonesia telah mengalami perbaikan sejak 2013. Sebab di tahun 2017, pihaknya telah mengalami pertumbuhan yang lebih cepat. Salah satu hal yang dilakukan dengan berpartisipasi membantu investasi swasta dalam bentuk pinjaman. Untuk pembangunan infrastruktur, banknya telah memberikan pinjaman sebesar Rp10 miliar.
Di acara yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan beberapa upaya untuk mendorong tingkat konsumsi rumah tangga kembali meningkat, berkaca dari perlambatan di 2017. Dia menyebutkan, tingkat konsumsi rumah tangga nasional sepanjang tahun lalu hanya sebesar 4,95%, dibandingkan dengan 2016 yang mencapai 5,01%. Melambatnya tingkat konsumsi juga menjadi tanda daya beli masyarakat yang menurun.
Sri juga mengungkapkan pemerintah akan meningkatkan konsumsi masyarakat, khususnya keluarga miskin lewat penyaluran bantuan sosial. Di tahun ini jumlahnya cukup besar, contohnya Program Keluarga Harapan (PKH) yang dinaikkan sampai 10 juta keluarga. Tujuannya agar meningkatkan daya beli masyarakat di level tengah, sehingga di tingkat menengah atas terbangun kepercayaan dirinya dan berdampak terhadap keseluruhan perekonomian.
Pemerintah juga akan tetap melihat sekaligus menjaga momentum data perekonomian yang menunjukkan perbaikan di tahun lalu, seperti pertumbuhan investasi dan ekspor. Bila dikaitkan tren, mantan direktur world bank ini menjelaskan studi dari McKinsey pada 2016 menyebutkan dampak dari digital technology menuju revolusi industri 4.0.
