Michelle Tjokrosaputro - Memberi Arti Baru pada Batik. Generasi ketiga trah Batik Keris ini menjanjikan konsep batik yang baru di Bateeq. Michelle meyakini pelestarian batik di setiap generasi harus mengambil inspirasi corak batik tradisonal berpadu dengan gaya dan garis fashion di era masing-masing.
Tidak butuh waktu lama untuk kenal lebih mendalam tentang sosok anak ketiga Handiman Tjokrosaputro ini. Sebagai wanita pebisnis, ibu dan generasi ketiga dari perusahaan batik raksasa di Indonesia, Michelle Tjokrosaputro mengambil jalur yang berbeda.
Tanpa sungkan dan santai, dia menceritakan pilihannya untuk mengelola Bateeq sebagai pilihan baru untuk peminat batik masa kini. Perusahaan ini berdiri sejak tahun 2012 dan baru di tahun 2013 toko pertamanya dibuka. Bisa dibilang, Michelle tidak ingin mencatat sukses di bawah nama besar Batik Keris. Dia ingin mengekspresikan batik dari sudut pandang dan gayanya sendiri.
Berpaling dari Batik Tradisional “Saat ini, saya menjabat sebagai Presiden Direktur PT Efrata Retailindo yang membawahi Bateeq dan Presiden Direktur Dan Liris. Kedua perusahaan tersebut sama-sama bergerak di bidang fashion batik. Dulu Dan Liris berdiri untuk mendukung Batik Keris guna mengimbangi batik buatan tangan para pengrajin.
Bergerak di bidang tekstil yang terintegrasi dan garmen berstandar internasional di Sukoharjo. Lalu saya membuat perusahaan baru, Efrata Retailindo sebagai wadah ekspresi lain untuk memiliki merek dan corak batik sendiri,” tutur ibu tiga anak ini memperkenalkan bisnisnya. Michelle layak menyandang salah satu perempuan pengusaha ‘tahan banting’.
Sebelum memulai lembaran baru di Bateeq, dia sukses menyelamatkan PT Dan Liris dari kebangkrutan di tahun 2000. Dia membutuhkan waktu 10 tahun untuk membangkitkan kembali PT Dan Liris sebagai perusahaan sehat. “Perjuangan saya menyelamatkan perusahaan ini demi ayah saya. Sebelum meninggal, beliau berpesan untuk menjaga Dan Liris tetap hidup,” kenangnya dengan berkaca-kaca.
Dunia bisnis dan batik memang sudah turun-menurun ditangani di keluarga besar Tjokrosaputro. Di antara kelima saudaranya, Michelle lebih mendalami bisnis batik secara serius. “Jujur saja, lahirnya Bateeq berangkat dari ketidaksukaan saya terhadap padu padan batik yang ada selama ini. Atasan dan bawahan batik selalu dikenakan senada, terkesan formal, dan identik dengan acara tradisional atau sakral.
Kondisi ini mengusik saya untuk menciptakan tampilan baru. Tentu, ide tersebut tidak bisa dituangkan di Dan Liris, saya harus punya bendera sendiri. Saya ingin orang yang mengenakan Bateeq berkata oke, I look good, I feel confident, and I’m Indonesian. Spirit itulah yang ingin saya bangun melalui Bateeq,” ungkap perempuan kelahiran 20 Mei 1980.
Michelle secara terbuka menerima tanggapan dan kritikan atas pilihannya tersebut. Dia memang memilih berkreasi di tempat yang paling ekstrem. Model batik tradisional banyak beredar dan diproduksi di setiap daerah di Indonesia. Sudah banyak pula desainer-desainer yang mengangkat kain tradisional ke kancah mancanegara, seperti Didiet Maulana, Priyo Oktaviano, dan Iwet Ramadhan. “They are amazing.
Saya mengapresiasi dan menghormati pilihan mereka. Namun dengan kehadiran Bateeq, saya ingin memberikan opsi baru kepada pembeli batik. Setiap orang mempunyai market-nya masing-masing. Saya ingin menawarkan gaya busana Bateeq lebih ke nuansa yang fit, tapi tidak sensual. Desainnya diarahkan untuk mengakomodasi keperluan dari pagi hingga malam hari. Jadi, cocok untuk segala acara.”