Memiliki khasanah budaya beragam, seperti tari-tarian adalah warisan tradisi yang dilestarikan hingga saat ini. Banyak filosofi dan histori sosial tersimpan di dalamnya sejak zaman nenek moyang. Selain kopi dan rumah adat Tongkonan, Toraja masih menyimpan aneka kebudayaan dan ritual khas Sulawesi Selatan yang memikat minat wisatawan domestik maupun mancanegara. Contohnya tari Pa’Gellu yang dimaknai suasana riang gembira.
Biasanya tarian ini dimainkan oleh para remaja perempuan dengan jumlah ganjil seperti tiga, lima, hingga sembilan orang. Tradisi tersebut sudah ada sejak masa penjajahan. Di awal kemunculannya, tari Pa’Gellu ini diperuntukkan untuk menyambut para pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan.
Namun, setelah berakhirnya masa perang, tarian ini kemudian berperan sebagai hiburan dan penyambutan tamu kehormatan, upacara pernikahan, pesta rakyat, dan seremoni adat lainnya. Hanya saja, tarian ini dianggap tabu bila ditampilkan pada acara pemakaman, Rambu Solo. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, tarian ini harus dibawakan dengan riang gembira.
Apabila ada keluarga penari yang meninggal dunia dan belum dimakamkan, maka dianggap masih berduka. Tidak diperkenankan sang penari berlenggak-lenggok. Para penari biasa disebut ma’toding. Menggunakan busana adat dilengkapi dengan berbagai aksesori seperti keris emas, kandaure, sa’pi ulu’, tali tarrung, dan lainnya.
Pa’Gellu menjadi salah satu tarian hiburan di berbagai acara termasuk pernikahan, tidak ada aturan yang berlaku terkait waktu pelaksanaan tari. Baik siang atau malam tetap bisa dilakukan, mengikuti permintaan yang empunya acara. Persembahan tarian ini juga bisa dilakukan di mana saja, baik di halaman ataupun atas panggung.
