Tampilkan di aplikasi

Buku Bitread hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Perempuan Ungu

5 Cerita tentang hal yang biasa disebut cinta

1 Pembaca
Rp 50.500 50%
Rp 25.250

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 75.750 13%
Rp 21.883 /orang
Rp 65.650

5 Pembaca
Rp 126.250 20%
Rp 20.200 /orang
Rp 101.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

"Perempuan Ungu berdiri di pekarangan rumahnya. Wajahnya menengadah ke arah langit timur tempat bulan yang bulat pucat menggantung. Kerudung ungu dan baju kurung ungu yang dikenakannya bergelebat-gelebat diterpa angin malam." Lima cerita yang ada di dalam buku ini, akan membuat kita menyandarkan diri pada sofa yang empuk, sambil memikirkan berbagai makna yang terkandung di tiap ceritanya. Cinta bukan suatu hal yang isinya klise melulu, itu terlalu sederhana. Bukalah lembar demi lembar buku ini, semoga kau menemukan apa saja yang biasa disebut cinta.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Topik Mulyana

Penerbit: Bitread
ISBN: 9786025776526
Terbit: Oktober 2017 , 123 Halaman

BUKU SERUPA













Ikhtisar

"Perempuan Ungu berdiri di pekarangan rumahnya. Wajahnya menengadah ke arah langit timur tempat bulan yang bulat pucat menggantung. Kerudung ungu dan baju kurung ungu yang dikenakannya bergelebat-gelebat diterpa angin malam." Lima cerita yang ada di dalam buku ini, akan membuat kita menyandarkan diri pada sofa yang empuk, sambil memikirkan berbagai makna yang terkandung di tiap ceritanya. Cinta bukan suatu hal yang isinya klise melulu, itu terlalu sederhana. Bukalah lembar demi lembar buku ini, semoga kau menemukan apa saja yang biasa disebut cinta.

Ulasan Editorial

"Menyelesaikan kisah-kisah dalam buku ini seperti sehabis berolahraga. Membacanya terengah-engah, kadang agak berkunangkunang, dan hampir kehabisan napas. Namun, setelah selesai terasa segar dan sejuk. Setiap cerita dalam buku ini selalu bermuatan “bobot” yang tidak kecil dan tidak sederhana dengan ritme yang cepat. Ketidaksederhanaan inilah yang kemudian menjadi energi untuk menuntaskannya agar segera mengetahui tiap-tiap ujungnya. Sesampainya di ujung, langsung bernapas panjang. Serasa lapang sekaligus menyisakan renungan: tentang hidup, tentang dunia yang tidak pernah sederhana."

Dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran / Dr. Lina Meilinawati Rahayu, M.Hum

"Membaca arus pikiran Bung Topik Mulyana memang sederhana, tetapi muatan pikiran yang tertuang dalam cerita-cerita pendek ini sungguh mampu mengernyitkan dahi. Kesederhanaan kata-kata dan tuturan ternyata membawa kerumitan pesan yang emosional, menyindir, dan rasa ingin tahu jalan cerita selanjutnya. Sederhananya, Bung Topik Mulyana menulis untuk membuat pembaca terkena candu."

Dosen Interaksi Lintas Kultural, Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Telkom University / Dedi Kurnia Syah Putra, Ph.D

"Seperti apakah seorang perempuan menatap ke dalam diri? Seperti apa pula perempuan memandang dan dipandang dunia? Ceritacerita dalam buku ini menjawab pertanyaan-pertanyaan serupa itu, secara bening. Diselingi berbagai tamsil dan simbol. Serta dihidangkan dengan gaya liris sampai semi-surealis yang menyulap tamsil tersebut menjadi prosa yang utuh, cerita yang menyentuh."

Cerpenis / Mashdar Zainal

"Cerita-cerita dalam buku ini adalah liyan dari realisme itu sendiri. Ia berusaha menampilkan realitas dengan menumpuk kemungkinan-kemungkinan yang melampaui eksistensi cerita yang diusungnya. Sebagai pencinta prosa, membaca buku ini bukan hanya memberi kegembiraan, namun juga keresahan yang mengkal; impresinya mengikuti saya walaupun cerita itu tuntas dibaca."

Pencinta Prosa / Benny Arnas

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, Tuhan Mahacinta, Tuhan pemberi kebahagiaan, Tuhan yang selalu dipuja, Tuhan segala maha. Selawat dan salam dipanjatkan bagi Nabi Muhammad saw. beserta keluarga dan sahabatsahabatnya.

Membaca kumpulan kisah yang ada di dalam buku ini, seakan membawa kita menyelami dunia metafora yang dibumbui oleh rasa sufistik dan roman Eropa. Sebagaimana kita ketahui dalam kehidupan seorang manusia, hal yang paling menarik untuk disoroti adalah tentang cinta. Entah cinta yang membuat mabuk kepayang pada Tuhannya atau pada salah satu makhluk-Nya.

Lima buah cerita yang diberi tajuk utama “Perempuan Ungu” ini merupakan sebuah karya sastra yang direkomendasikan untuk dibaca. Ditulis oleh seorang penulis yang tak diragukan lagi eksistensinya, Topik Mulyana, S.S M.Hum. Begitu membaca satu persatu kisah di dalamnya, kita diajak untuk merenungkan makna dari tiap cerita. Tidak sekadar sekali baca, lalu habis begitu saja.

Semoga dengan terbitnya buku ini, mampu menaikkan kembali tren karya sastra di Indonesia yang kini didominasi oleh karya populer. Amin.

Penulis

Topik Mulyana - Pengarang dilahirkan di Bandung pada 8 Juni 1977. Menyelesaikan pendidikan Sarjana di Jurusan Sastra Indonesia dan Pascasarjana di Program Studi Ilmu Sastra, Universitas Padjadjaran. Semasa kuliah, ia aktif di berbagai organisasi budaya, baik internal maupun eksternal kampus, seperti Senat Mahasiswa Fakultas Sastra, Unit Renang Unpad, Ranah Budaya Jatinangor, Yayasan Pasamoan Sophia, dan Forum Lingkar Pena. Pada tahun 2002, ia pernah memenangi juara III lomba menulis cerpen antarmahasiswa se- Bandung raya yang diadakan komunitas Per-Empuan. Beberapa tulisannya berupa puisi, cerpen, dan esai pernah dimuat di harian Pikiran Rakyat, Galamedia, Radar Bandung, mingguan Serambi Minang, majalah Annida, dan majalah Sabili.

Beberapa bukunya yang telah terbit: kumpulan cerpen Lelaki Paling Romantis Sedunia (Gema Insani Press, 2005), novel Hujan Luruh di Gigir Sunyi (FBA press, 2006), dan kumpulan puisi Jurnal Seorang Pecinta (Pustaka Latifah, 2007), Bintang pun Tersenyum: Antologi Cerpen FLP Lintas Generasi (GIP), Aura Jeihan: Sepilihan Esai (antologi) (Jeihan Institut, 2010) dan kumpulan cerpen Melepas Dahaga dengan Cawan Tua (Salamadani Grafindo, 2011).

Selama tinggal di Bandung, ia pernah menjadi pengajar MPK Bahasa Indonesia di STT Tekstil, Politeknik Al Islam, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD, IM TELKOM (Bandung), dan STAI-PERSIS (Garut).

Daftar Isi

Cover Depan
Hak Cipta
Kata Pengantar
Daftar Isi
Perempuan Ungu
Sang Zahir
Sepasang Kekasih yang Mencintai Tuhan
Serenada
Vagina Sembahyang
Tentang Penulis
Tentang Bitread
Cover Belakang
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          

Kutipan

Sang Zahir
Sejak mata kuliah di kampus semakin sedikit dan seminar ragangan skripsi semakin mendekat, aku sering berada di rumah. Aku menghabiskan waktuku untuk mengumpulkan dan membaca semua buku referensi yang sekiranya akan berkaitan dengan apa yang akan kutulis. Karena terbiasa menghabiskan waktu di berbagai acara, baik di dalam maupun di luar kampus, diam di rumah sepanjang hari membuatku jadi gampang dilanda jenuh. Aku pun kerap mendatangi Denih untuk sekadar berbincangbincang karena dialah satu-satunya mahasiswa di antara tetangga-tetangga dekatku. Perbincangan kami adalah seputar agama dan politik karena itulah topik yang diminati dan dikuasai Denih yang seorang mahasiswa fakultas syariah di UIN Bandung. Dari situlah kemudian Denih mulai mengajakku untuk shalat berjamaah dan mengikuti pengajian di masjid dekat rumah kami.

“Kemarin aku melihat sendiri Bu Bakat meninggal dengan susah payah. Badannya kejangkejang dan matanya melotot-lotot. Lidahnya terjulur menakutkan. Apa kamu nggak takut mati dalam keadaan begitu? Ayo dong ke masjid!” begitulah Denih menakut-nakutiku yang kutanggapi dengan senyum geli karena teringat sinetron-sinetron religius yang dangkal dan bebal itu. Pada mulanya, aku sangat enggan menerima ajakannya itu. Aku hanya mengikuti ajakannya untuk shalat berjamaah. Itu pun hanya maghrib. Hingga suatu saat, Tuhan memperlihatkan kepadaku seseorang yang membuatku amat mencintai masjid itu.