Tampilkan di aplikasi

Buku Cipta Prima Nusantara hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Antawacana di Sunyi Kurusetra

Seikat Cerita

1 Pembaca
Rp 85.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 255.000 13%
Rp 73.667 /orang
Rp 221.000

5 Pembaca
Rp 425.000 20%
Rp 68.000 /orang
Rp 340.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Setelah 30 tahun sejak pengenalan pada penulisan fiksi, keinginan untuk membuat sebuah kumpulan cerpen itu muncul lagi. Dari situlah kemudian muncul gagasan untuk menulis Antawacana di Sunyi Kurusetra (AdSK) ini. Kok “Kurusetra”? Apa kaitannya dengan Perang Agung Baratayuda dalam wiracarita Mahabarata? Sebagian besar cerpen dalam AdSK ini berkait paut dengan jagat pewayangan. Sudah lama saya ingin memiliki kumpulan cerpen, yang isinya berhubungan dengan wayang. Wayang memang telah menjadi minat saya sejak kecil. Hal itu berangkat dari kesukaan menonton wayang semasa kecil, pada acara sedekah bumi atau kabumi di kampung. Minat itu, sejauh ini, tetap terpiara secara baik.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Achiar M. Permana

Penerbit: Cipta Prima Nusantara
ISBN: 9786233803373
Terbit: Juli 2023 , 109 Halaman










Ikhtisar

Setelah 30 tahun sejak pengenalan pada penulisan fiksi, keinginan untuk membuat sebuah kumpulan cerpen itu muncul lagi. Dari situlah kemudian muncul gagasan untuk menulis Antawacana di Sunyi Kurusetra (AdSK) ini. Kok “Kurusetra”? Apa kaitannya dengan Perang Agung Baratayuda dalam wiracarita Mahabarata? Sebagian besar cerpen dalam AdSK ini berkait paut dengan jagat pewayangan. Sudah lama saya ingin memiliki kumpulan cerpen, yang isinya berhubungan dengan wayang. Wayang memang telah menjadi minat saya sejak kecil. Hal itu berangkat dari kesukaan menonton wayang semasa kecil, pada acara sedekah bumi atau kabumi di kampung. Minat itu, sejauh ini, tetap terpiara secara baik.

Pendahuluan / Prolog

Prawacana
Sampai saat ini, saya tidak pernah cukup untuk tunak hati untuk menyebut diri sebagai cerpenis. Tentu saja, itu karena saya jauh dari kata produktif dalam soal menulis dalam wujud prosa fiksi. Dalam soal menulis cerpen, saya juga terbilang telat.

Saya baru mulai tertarik untuk menulis cerpen pada usia mahasiswa. Ketika itu, pada tahun 1993, saya mengikuti pelatihan menulis, yang di dalamnya ada materi penulisan fiksi. Materi itu dibawakan dengan sangat menarik oleh senior saya, Triyanto Triwikromo, yang kini salah seorang sastrawan garda depan Indonesia.

Apakah setelah pelatihan itu langsung lahir dari tangan saya? Tentu saja tidak. Ha-ha-ha. Baru satu-dua tahun setelahnya, saya bisa menghasilkan sebuah cerpen. Judulnya, kalau saya tidak salah ingat, “Mardanu”. Sayang, saya sudah ubek-ubek semua arsip, cerpen bersejarah bagi saya! itu tak juga ketemu.

Sesudah itu, produksi cerpen pun seret. Saya lebih bersikutat dengan bidang kepenulisan lain, terutama jurnalistik. Perjalanan hidup kemudian justru menceburkan saya ke kolam kewartawanan. Hingga saat ini.

Sesudah jurnalistik, puisi menjadi tempat bermain kedua saya. Dibandingkan dengan cerpen, dalam puisi saya justru jauh lebih produktif. Setidaknya empat kumpulan puisi pribadi—Bulan Tilem Langit Jelaga (2003), Stola Hijau Toska (2006), Sepasang Amandava (2019), dan Perayaan Duka (2022)—serta belasan atau bahkan mungkin puluhan antologi puisi bersama menjadi jejak pergaulan saya dengan puisi.

Setelah 30 tahun sejak pengenalan pada penulisan fiksi, keinginan untuk membuat sebuah kumpulan cerpen itu muncul lagi. Dari situlah kemudian muncul gagasan untuk menulis Antawacana di Sunyi Kurusetra (AdSK) ini.

Kok “Kurusetra”? Apa kaitannya dengan Perang Agung Baratayuda dalam wiracarita Mahabarata? Sebagian besar cerpen dalam AdSK ini berkait paut dengan jagat pewayangan. Sudah lama saya ingin memiliki kumpulan cerpen, yang isinya berhubungan dengan wayang.

Wayang memang telah menjadi minat saya sejak kecil. Hal itu berangkat dari kesukaan menonton wayang semasa kecil, pada acara sedekah bumi atau kabumi di kampung. Minat itu, sejauh ini, tetap terpiara secara baik.

Wayang, entah wiracarita Mahabarata atau Ramayana, acapkali menjadi sumber gagasan bagi saya dalam menulis. Kumpulan esai saya, Dusta Yudistira: Awas, Hoax Bertakhta di Media Kita! (2018), juga menggunakan cerita wayang sebagai gagasan atau bahkan pisau analisis untuk merespons fenomena kekinian. Puisi-puisi dalam kumpulan cerpen Sepasang Amandava (2019), sebagian juga bertolak dari kisah wayang.

Kisah-kisah dalam AdSK ada yang langsung terinspirasi, katakanlah, semacam taswir ulang atas kisah wayang. Ada pula yang berkisah tentang orang-orang yang menghibahkan hidup pada dunia pewayangan. Selain itu, ada satu-dua cerpen lama saya, semacam pengingat akan proses saya dalam menulis.

Akhir kalam, mudah-mudahan cerita-cerita dalam AdSK ini bisa menjadi sarana rekreasi imajinasi bagi Anda semua. Setidaknya, bisa menjadi pengisi waktu ketika sedang menunggu kereta di stasiun, di ruang kuliah saat jam kosong karena dosen sedang seminar di luar kota, atau di pojok kafe menanti pacar yang tak kunjung tiba. Selamat membaca.

Daftar Isi

Cover
Prawacana
Isi Buku
1. Perih
2. Tulung
3. Tanah Kelahiran
4. Sunyi
5. Bara
6. Bendera Hitam
7. 111 Bulan
8. Taligunem
9. Topi Koboi
10. Air Mata
11. Masa Muda
Tentang Penulis