Peluang Alat Berat di E-commerce
Jika Anda mengunjungi toko online atau marketplace saat ini, kemudian mengetik kata ‘excavator’, dalam sekejap foto-foto alat pengeduk itu akan terpampang di hadapan Anda. Tidak hanya excavator, jenis-jenis alat berat lain dalam berbagai ukuran dan merek kini sudah ramai-ramai dijajakan di berbagai e-commerce, baik toko online, marketplace maupun media sosial. Faktanya saat ini, e-commerce di Indonesia tidak lagi didominasi oleh consumer goods tetapi juga dihuni oleh barang-barang modal itu.
Pandemi Covid-19 mengubah total cara perusahaan-perusahaan alat berat memasarkan dan menjual produkproduk mereka. Kebijakan pembatasan sosial atau lockdown demi menekan laju penularan virus corona memaksa kita semua untuk bekerja dari kantor dan/atau rumah.
Berbagai kegiatan rapat, seminar hingga negosiasi dilakukan secara virtual. Transaksi jual beli dilakukan secara digital (online). Pemasaran tradisional yang mengandalkan pertemuan langsung secara fisik alias face to face tidak bisa lagi dilakukan.
Namun, karena aktivitas-aktivitas bisnis harus tetap jalan, maka mereka harus mencari cara-cara yang tepat supaya tetap bertahan. Pada titik ini mereka tidak punya pilihan lain kecuali memanfaatkan berbagai platform online seperti toko online, marketplace hingga media social untuk memasarkan dan menjual produkproduk mereka. Kondisi inilah yang mendorong masuknya alat-alat berat ke dunia e-commerce.
Tetapi, dibandingkan produk-produk consumer goods, dunia e-commerce tergolong baru bagi industri peralatan berat. Sebelum terjadi pandemi, masih sangat sedikit perusahaan alat berat di tanah air yang memanfaatkan media baru tersebut. Ini karena perilaku pembeli alat berat tidak seperti pembeli consumer goods. Para pembeli consumer goods mudah saja berbelanja secara online. Mereka tinggal mengklik barang-barang yang dibutuhkan, dan setelah itu mereka menunggu di rumah karena pesanan mereka dikirim sesuai alamat yang tertera.
Namun, para pelanggan alat berat tidak cukup hanya mengklik mesin-mesin yang mereka butuhkan. Mereka ingin melihat langsung alat-alat itu, memeriksa kondisinya, mendengarkan deru engine-nya dan merasakan duduk di balik kemudi. Tidak hanya itu, mereka mencari tahu cara operasi dan perawatannya. Sudah cukup? Belum. Mereka akan melakukan negosiasi harga dan mekanisme pembayaran.
Persoalan lain, membeli alat berat secara online tidak semudah membeli consumer goods karena harganya hingga miliaran rupiah. Itu sebabnya pembelian barang-barang modal tersebut jarang secara tunai, tetapi dibiaya oleh perusahaan leasing atau perbankan. Jadi, para pembeli sangat mudah untuk mengklik consumer goods, namun hal yang sama sekali berbeda ketika mengklik alat-alat berat yang harganya mahal.
Juga tidak mudah bagi pembeli untuk mentransfer uang tanpa bertemu langsung dengan penjualnya. Itu berarti butuh waktu bagi pembeli maupun penjual untuk membangun kepercayaan dalam melakukan transaksi online. Rentetan persoalanperoalan ini menghambat pertumbuhan pasar alat-alat berat pada e-commerce.