Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Jumat, 28 Juni 2019
Gratis
Otokritik Pers
SALAH satu persoalan yang ikut terseret dalam sidang gugatan PHPU di Mahkamah Konstitusi adalah pers. Pemohon –Prabowo-Sandi—menyoal sulitnya menembus sejumlah lembaga pers yang secara institusi dimiliki politisi pengusaha atau pengusaha politisi.
Kita paham, persoalan ini tidaklah akan jadi perhatian utama majelis hakim konstitusi. Sulit membuktikan keperpihakan pers dan medianya dalam kaitan secara kuantitatif telah mempengaruhi perolehan suara salah satu paslon. MK menegaskan soal pers bukan ranah mereka, melainkan Dewan Pers.
Pers selamat? Sementara seperti itu. Tetapi, kalau kita melihat pada peristiwa Pemilu 2019, sulit untuk membantah bahwa sebagian pers dan media telah melukai jiwanya sendiri.
Sejumlah pers dan media menunjukkan keberpihakan yang berlebihan pada Pemilu lalu. Memberikan citra positif terhadap salah satu pasangan calon, sebaliknya “menggerus” pasangan lain. Dengan kasat mata, publik bisa melihatnya.
Adakah karena sejumlah media pers adalah milik pengusaha plus politisi? Kita hanya menduga-duga seperti itu. Bagaimanapun, dalam pers yang memasuki era industrialisasi, peran pemilik sedemikian tingginya. Dalam hal inilah, pemilik media yang juga politisi, bisa memanfaatkan medianya sebagai senjata.
Kita sudah sulit menemukan ruang redaksi, ruang editorial, yang betul-betul jernih menyuarakan jiwa masyarakatnya. Peringatan-peringatan dari Dewan Pers soal netralitas pers, pada akhirnya seperti angin lalu saja. Mungkin karena tak ada ukuran dan sanksi yang tegas untuk itu.
Dalam konteks netralitas media dan pers ini, kita juga tak melihat dan mendengar Bawaslu sebagai wasit demokrasi, berperan mengingatkan dan menyentil media. Apakah karena Bawaslu sedemikian sibuknya dengan persoalan lain yang lebih penting dan populis? Bisa jadi seperti itu.
Yang jelas, Pilpres 2019 tidak hanya menjadi pembelajaran bagi pelaku dan pegiat demokrasi. Pemilu 2019 ini semestinya juga menjadi pembelajaran bagi pers dan media soal peran pentingnya dalam masyarakat, bukan peran pentingnya untuk pemilik modal.
Inilah Koran merupakan media cetak yang terbit di Kota Bandung sejak 10 November 2011. Lahir dengan mengusung semangat Jurnalisme Positif, Inilah Koran bertekad untuk mengembalikan peran dan fungsi media sebagai sarana informasi, edukasi dan inspirasi. Inilah Koran juga bertekad menjadi koran nasional yang terbit dari Bandung dengan tagline "Dari Bandung untuk Indonesia".
Anda tidak bisa membeli publikasi, melakukan pendaftaran melalui aplikasi, klaim vocuher melalui aplikasi. Pembelian, pendaftaran dan klaim vocuher dapat dilakukan melalui website.