Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

BETAPA kasarnya panggung politik kita hari-hari ini terlihat di Kabupaten Bandung. Menjelang kontestasi Pilkada 2020, kata-kata yang sering muncul saat ini adalah pengkhianatan.

Partai A menyebut calon rekan koalisinya berkhianat. Partai B menyebut kadernya berkhianat karena lompat pagar setelah gagal lolos penjaringan. Pokoknya, ada yang menuding berkhianat dan ada pula yang merasa dikhianati.

Begitulah cermin wajah politik kini. Sebab, politik dan politisi, hanya memiliki satu orientasi: kekuasaan. Tidak seluruhnya, tapi kebanyakan bohong jika mereka bicara soal pengabdian, tentang kemaslahatan masyarakat.

Satu-satunya yang ada di benak mereka cuma kekuasaan.

Pengkhianatan mungkin kata-kata yang terlalu keras. Tapi, apapun, kita mendapat pelajaran terjadinya dekadensi politisi di negeri ini.

Bayangkan, jika partai politik yang selama ini dibesarkan dan membesarkan mereka telikung, apalagi masyarakat yang oleh mereka para politisi itu hanya dibutuhkan sekali lima tahun.

Tentu, ini tak hanya terjadi di Kabupaten Bandung. Ini terjadi di mana-mana. Terjadi nyaris di seluruh seantero Nusantara ini.

Apa yang ditunjukkan partai politik dan politisi menunjukkan kepada kita seolah-olah tak ada yang baik di panggung politik. Isinya, selain pengkhianatan, juga tipu-menipu, janji-janji kosong, bualan yang tak jelas.

Padahal, pendahulu kita, mereka juga para politisi, mengajarkan kepada kita betapa sucinya politik itu. Mereka bisa bersilang pendapat, saling sindir, bahkan mengkritik pedas di panggungnya, tapi tidak di hadapan publik. Yang mereka perdebatkan adalah pandangan, bukan kekuasaan.

Kenapa mereka bisa begitu? Karena yang mereka perebutkan bukanlah kekuasaan. Yang mereka perebutkan adalah kesempatan untuk menunjukkan kemampuan mengurus negeri.

Itu sebabnya, selesai berdebat keras di forum, mereka masih bisa ngopi bareng. Betapa indahnya. Tak seperti sekarang.

Lalu, bagaimana dengan rakyat? Rakyat tak bisa berbuat banyak, kecuali bisa melakukan revolusi atas sistem dan mental politik partai dan politisi. Sejauh ini, dengan sistem yang ada saat ini, maka rakyat hanya menjadi pelengkap penderita dalam kehidupan demokrasi kita.

Mereka yang dikejar-kejar sekali dalam lima tahun, tapi diabaikan selama lima tahun kurang sehari.

Itulah yang terjadi saat ini. Polisiti dan partai politik yang seolah-olah menghidupkan demokrasi, tapi mereka pula yang mengkhianatinya.

Juli 2020