Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

AKHIR pekan lalu, sebuah lembaga merilis hasil surveinya. Kenapa sih tidak membiarkan masyarakat menganalisa sendiri hasilnya? Lembaga survei tersebut Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Selain menyurvei opini publik terhadap FPI dan Habib Rizieq Shihab, ada pula survei tentang popularitas dan elektabilitas sejumlah tokoh.

Buat kami, hasil survei pada rentang waktu seperti sekarang, apalagi di tengah pandemi, rasanya tetap saja kurang pas. Dalam suasana hiruk-pikuk, bagaimana mungkin sebuah hasil survei bisa jernih? Bukan kami tidak percaya tingkat kepercayaan sampai 95%, hanya ragu saja karena situasinya memang luar biasa.

Dalam survei tentang calon presiden, SMRC mengumbar tingkat popularitas dan elektabilitas.

Dibungkus dengan pengenalan dan kesukaan. Yang hendak ditonjolkan adalah soal kesukaan publik.

Dalam faktor kesukaan itu, maka secara berturut-turut muncul nama Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, Sandiaga Uno, Khofifah Indar Parawansa, Agus Harimurti Yudhoyono, Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Habib Rizieq Shihab. Begitu urutan berdasarkan prosentasenya.

Menurut SMRC, kesukaan atau awarness itu lebih penting dari pada tingkat pengenalan.

Boleh juga. Tapi, ada yang kurang lengkap dibaca. Tingkat kesukaan itu didasarkan pada angka pengenalan publik terhadap tokoh. Maka, hasilnya akan beda.

Katakanlah menyangkut Ganjar Pranowo dengan kesukaan 85%. Harap dicatat, angka itu dari hanya 54% responden yang mengenalnya.

Artinya, dari 1.201 responden, ada 648 orang yang mengenalnya dan dari 648 itu 550 responden yang menyukainya.

Dalam ukuran seperti itu, tingkat keterpilihan Ganjar masih rendah. Tak ada apa-apanya dibanding Ridwan Kamil, apalagi dibanding Prabowo, Anies Baswedan, dan Sandiaga Uno. Bahkan masih kalah dari Agus Harimurti Yudhoyono.

Kami mengkalkulasi, ada 864 responden yang menyukai Prabowo, 836 menyukai Sandi, dan 719 menyukai Anies. Itu dihitung dari faktor pengali responden dengan prosentase pengenalan dan prosentrase kesukaan. Setelah ketiganya, baru menyusul Ridwan Kamil (663), AHY (592), Khofifah (527), dan Habib Rizieq (376). Itu fakta yang tak terbantahkan dari bacaan survei itu.

Hanya saja memang, lembaga survei kerap menganalisa sendiri hasil-hasil temuannya. Siapa saja tentu berhak menganalisasnya. Hanya saja, jika hasil analisa dikaitkan dengan kepentingan tertentu, tentu hasilnya tidak murni lagi.

Kita berharap ke depan, lembaga survei berhenti dulu melakukan survei calon presiden di tengah pandemi. Kalau masih juga gatal melakukan survei, selain metodenya harus tepat, analisa jugalah dengan kejujuran. Jika tidak, jangan salahkan publik jika curiga bahwa hasil survei tak lebih sekadar penggiringan opini publik.

Tentu, itu tidak elok untuk demokrasi kita.

November 2020