Belajar dari Tsunami Aceh
Mumpung dalam kondisi cuaca belum bersahabat, perlu kita ingatkan tentang pentingnya peringatan dini dan mitigasi bencana. Itulah langkah awal yang bisa menyelamatkan umat manusia.
Dulu, 17 tahun yang lalu, itulah yang terjadi di sebagian wilayah Aceh. Saat sebagian warga sedang berada di kedai kupi, menikmati pagi, tiba-tiba ombak datang silih berganti. Ketinggiannya mengerikan. Hingga 51 meter.
Tsunami datang tanpa peringatan. Dia muncul saat sebagian warga tak tahu apa yang mesti dilakukan ketika badai bencana alam itu terjadi. Dalam situasi seperti itu, hanya satu yang bisa menyelamatkan manusia: nasib.
Seorang ibu, yang kini di bagian atas rumahnya bertengger sebuah perahu, hanya pasrah pada kekuatan Sang Pencipta. Dia selamat bermodalkan keyakinan semata: zikir.
Tak kuat melarikan diri dari bencana dan tak tahu apa yang harus dia lakukan. Dengan kemajuan teknologi yang tinggi, bencana alam sebenarnya bisa diprediksi, betapapun prediksi itu tentu tidak 100% kesahihannya. Tapi, itu bisa menjadi pengingat bagi warga.
Dalam hal tsunami, misalnya, selain peringatan dini yang disampaikan BMKG, kita pernah mengenal alarm peringatan bagi masyarakat di sekitar kawasan pantai. Tapi, kita juga berkali-kali membaca, betapa alarm yang dipasang itu, sebagian tak bertahan lama. Ada yang tak berfungsi, dan lebih menyedihkan lagi ada yang diperintili masyarakat sendiri.
Kita, terutama di Jawa Barat, tak aman sama sekali dari ancaman tsunami. Jawa Barat merupakan daerah dengan kawasan yang dilintasi lempeng pergerakan bumi. Karena itu, bencana tsunami adalah ancaman yang entah kapan bisa saja terjadi.
Jawa Barat pun sudah merasakan itu. Tak lama setelah Aceh, giliran kawasan di pantai selatan Jawa, termasuk Jawa Barat, dilanda tsunami. Tak sampai puluhan ribu, tapi ratusan korban yang meregang nyawa di wilayah Pangandaran, Tasikmalaya, Ciamis, atau Garut, adalah kesedihan kita.
Kita tak pernah bosan mengingatkan agar pemerintah dan masyarakat untuk waspada terhadap ancaman-ancaman semacam itu. Apalagi, gempa bukan satu-satunya ancaman bencana di tanah kita. Banjir, longsor, pergerakan tanah, adalah hal yang sering kita hadapi.
Salah satu yang hemat kita perlu kian digalakkan adalah mitigasi bencana. Harus kita akui, sebagian besar warga kita masih awam soal mitigasi bencana. Mitigasi sepatutnya kita tanamnya setiap hari karena kita tidak tahu kapan bencana akan datang.
Apa yang terjadi di Aceh dan pesisir barat Sumatera, juga di selatan Jawa, adalah pelajaran berharga buat kita. Bencana adalah sesuatu yang tak bisa kita tahan. Tapi, kita bisa berusaha meminimalisir korbannya.
Kita kuatkan peringatan dini dan mitigasi bencana. Agar jangan sampai nanti terjadi di Jawa Barat berdiri pula museum tsunami, museum banjir, museum longsor, dan museummuseum yang mengaduk-aduk emosi kesedihan kita.