Herry Wirawan
MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Bandung sudah menjatuhkan vonis untuk Herry Wirawan. Dia dinyatakan bersalah dan divonis hukuman penjara seumur hidup. Sekitar 36 tahun.
Kita tak ingin menyoal hukuman tersebut. Hakim tentu punya pertimbangan sendiri, kenapa menolak hukuman mati, seperti tuntutan jaksa. Kita apresiasi hal itu.
Yang menarik buat kita adalah banyak tuntutan lain dari jaksa yang ditolak hakim. Hukuman kebiri, pembubaran yayasan Herry Wirawan, denda, dan sebagainya. Kita lebih apresiasi majelis hakim karena berjalan di rel yang benar.
Kita, tentu saja, mengutuk perbuatan Herry. Kita juga menaruh konsern terhadap 13 santri yang jadi korban kebejatan rudapaksa guru pesantren itu.
Tapi, keadilan harus ditegakkan dalam koridor hukum. Kita mencium, sejak merebaknya kasus ini di media, politiknya terlalu kentara. Siapapun orang di negeri ini, dari pejabat tertinggi hingga penegak hukum, mendesak hukuman terberat untuk Herry.
Kita melihat, setelah seluruh negeri ribut, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pun jadi ikut tim jaksa penuntut umum. Jarang-jarang –bukan berarti tidak ada—orang nomor satu di Kejati atau Kejari yang ikut jadi JPU.
Adanya tekanan publik, termasuk pejabat publik dan penegak hukum, kemudian tergambar dalam berbagai tuntutan JPU. Hal-hal yang bukan tindak pidana, seakan hendak dipaksakan diadili dalam proses peradilan pidana.
Salah satunya adalah pembubaran yayasan tempat Herry mengajar. Pembubaran tersebut jelas bukan ranah pidana. Dia menjadi ranah perdata, atau bahkan administrasi negara. Yayasan tersebut hanya bisa dibubarkan jika melanggar persoalan perdata. Sebab, dalam kasus ini, yayasan tak berbuat apa-apa yang menyangkut tindak pidana.
Begitu tingginya tekanan menghukum Herry seberat-berat dan sebanyak-banyaknya terlihat pula dari tuntutan hukuman kebiri. Sebab, pasal 67 KUHP mengatur tak boleh ada hukuman pdana lain bagi yang dijatuhi hukuman mati atau seumur hidup.
Bisa jadi, JPU tak terlalu yakin hakim akan menjatuhkan hukuman seumur hidup. Kalau yakin, agak kelewatan juga jika hukuman kebiri itu tetap masuk dalam tuntutan.
Kita, sekali lagi, mengutuk perbuatan tak bermoral Herry Wirawan. Kita ingin dia dihukum seberat-beratnya. Tentu, sesuai dengan koridor hukum. Hemat kita, vonis yang dijatuhkan majelis hakim, sudah memenuhi nafas keadilan itu, sesuai aturan yang kita pegang bersama-sama. (*)