lebih dari sekadar kemasan, Persaingan calon presiden di Amerika sedang marak-maraknya. Salah satu kandidat terkuat adalah Hillary Clinton. Terlepas dari visi dan misinya yang banyak menarik perhatian orang, ada satu hal yang sering jadi pembahasan. Penampilan Hillary Clinton. Salah satunya adalah ketika Hillary mengenakan jaket dari desainer Armani yang seharga 12.000 USD. Banyak media memberitakan ini sebagai ironi karena jaket tersebut dikenakan saat Hillary bicara soal ketidaksetaraan pendapatan. Berita ini tentunya memancing emosi orang-orang yang membacanya.
Termasuk para perempuan. Bahkan ada yang berkomentar, “Jaket seharga segitu sama dengan gaji saya selama setahun.” Jarang ada perempuan yang sadar bahwa sesungguhnya berita semacam ini sangatlah menyerang kaum perempuan. Berita tadi sebenarnya mirip dengan berita lain yang pernah saya baca. Coba googling kalimat, ‘pilot perempuan di Indonesia.’ Banyak media yang memberikan tambahan, “Pilot cantik.” Bahkan ada yang menulis, “Pilot Wanita Ini Bisa Bikin Pria Rela Duduk Di Baling- Baling Pesawat.” Isyana Sarasvati dalam konferensi persnya dengan tegas pernah bilang dia tidak mau disebut sebagai penyanyi cantik.
“Cukup musisi saja,” katanya. Sebuah media besar pernah menulis tentang pelecehan seksual yang dialami pramugari Garuda dengan memberikan judul, “Lecehkan Pramugari Cantik Garuda, Begini Nasib Penumpang Ini.” Artikel ini menuai protes dan akhirnya diedit dengan menghilangkan kata ‘cantik.’ Kita sebagai perempuan seringkali dilihat (atau melihat diri sendiri) hanya dari kemasan. Istilah kerennya menjadi obyek. Sesuatu yang dinikmati. Bukan sesuatu yang memberikan makna.
Daripada menganalisis isi kampanye Hillary Clinton, media memilih mengorek soal penampilannya. Isyana Sarasvati adalah musisi andal, tanpa harus ditambah kata cantik. Pilot adalah pilot. Pramugari tersebut dilecehkan oleh penumpang. Pembaca menjadi terdistorsi karena fokus pemberitaan cenderung ke arah kemasan yang membungkus. Dengan anggapan hal ini bisa menarik perhatian pembaca. Dan anggapan tersebut, sayangnya, memang benar. Sehingga sudah saatnya kita berhenti membaca berita semacam ini. Beranikan diri memprotes media yang menilai perempuan dari bungkusnya saja. Berhenti menilai diri kita dari penampilan semata. Berhenti menilai cewek lain dari penampilan semata. Karena esensi manusia sesungguhnya lebih dari apa yang membungkus dirinya.