Tampilkan di aplikasi

Buku Peneleh hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Metodologi Konstruktif Riset Akuntansi Membumikan Religiositas

1 Pembaca
Rp 117.900 15%
Rp 100.215

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 300.645 13%
Rp 86.853 /orang
Rp 260.559

5 Pembaca
Rp 501.075 20%
Rp 80.172 /orang
Rp 400.860

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Jadi, buku ini akan membahas “kuasa” yang seharusnya mengubah dunia, yakni kuasa yang tidak terpasung pada sekadar perebutan materi; kuasa yang tidak berwacana namun beraksi konkret untuk umat. Orang-orang yang memiliki “kuasa” seharusnya memahami keinginan sang Maha Kuasa. Inilah orangorang yang menjadi manusia sejati karena selalu ingat dan sadar akan jati dirinya sebagai hamba Tuhan. Inilah orang-orang yang paham akan esensi kemanusiaan.

Entah mengapa bagi saya dan sepanjang yang saya alami, sebagian besar penelitian [kualitatif] menuntut seluruh aspek kemanusiaan peneliti; hingga akhirnya memanusiakan peneliti. Tentu ini karena pada sebagian besar penelitian itu, penelitilah yang harus mengoleksi data dari manusia, di mana dalam prosesnya ia harus berinteraksi dengan manusia, ia harus menangani emosi, tidak hanya emosi manusia lain, namun juga emosi dirinya sendiri, mengolah data sebagai manusia, dan menyajikannya sebagai kisah manusia. Penelitian [kualitatif] pada akhirnya akan mampu memanusiakan peneliti.

Nah, saya tahu apa yang Anda pikirkan.

Anda berpikir, “kalau demikian, penelitian [kuantitatif] tidak mampu memanusiakan peneliti”. Lalu sebagian dari Anda, para pencinta penelitian [kuantitatif], akan marah.

Sebentar, hold your horses… Jika itu yang Anda pikirkan, berarti Anda terjebak dengan realitas dikotomis; Hitam-Putih, Kiri-Kanan, Terang-Gelap, sehingga seakan tidak boleh ada spektrum warna dan tak ada realitas antara. Padahal sedari tadi, saya tidak memberikan pernyataan entang penelitian [kuantitatif] apapun. Bahkan sebenarnya, saya sudah tidak percaya lagi dengan dikotomi kualitatif-kuantitatif yang semakin menjauhkan kita dari kesatuan ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu pula, buku ini tidak lagi menggunakan embel-embel “kualitatif” dalam judulnya.

Menariknya, justru kemarahan akibat mindset inilah yang seringkali saya hadapi. Banyak letupan emosi terjadi (saat saya diminta mengisi pelatihan-pelatihan penelitian kualitatif) atas simpulan berbasis persepsi masing-masing, bukan karena pernyataan yang saya buat. Oleh karena itu, sebelum membaca buku ini mohon ingat pesan saya: sebisa mungkin lepaskan dulu diri Anda dari persepsi-persepsi yang membentuk realitas Anda saat membaca buku ini. Jangan khawatir, insyaAllah saya hanya akan mengajak Anda berdialog tentang Tuhan dan kesatuanNya dengan Metodologi Penelitian dalam buku ini.

Bagaimana penelitian [kualitatif] telah memanusiakan saya (dari pengalaman pribadi) menjadi salah satu pembuka buku ini yang memfokuskan pembahasan pada hal yang mungkin kadang terlewatkan di beberapa buku metodologi penelitian [kualitatif]: sang Peneliti [Kualitatif] sendiri. Selebihnya, buku yang berjudul “Metodologi Konstruktif Riset Akuntansi: Membumikan Religiositas”, sesuai klaim napas “kritis” yang saya paparkan tadi, akan membahas metodologi konstruktif atau peubah yang dapat dilakukan untuk riset akuntansi atau riset ilmu sosial lainnya. Bab demi bab akan mengajak Anda untuk mengeksplorasi landasan filosofis hingga teknis berbagai pendekatan konstruktif religius.

Khususnya sebagai pembanding pemikiran kritis/konstruktif non-religius Barat yaitu Political Economy of Accounting, saya memperkenalkan pemikiran konstruktif/revolutif religius Buya Hamka.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Ari Kamayanti

Penerbit: Peneleh
ISBN: 9786027419773
Terbit: Januari 2016 , 264 Halaman

BUKU SERUPA













Ikhtisar

Jadi, buku ini akan membahas “kuasa” yang seharusnya mengubah dunia, yakni kuasa yang tidak terpasung pada sekadar perebutan materi; kuasa yang tidak berwacana namun beraksi konkret untuk umat. Orang-orang yang memiliki “kuasa” seharusnya memahami keinginan sang Maha Kuasa. Inilah orangorang yang menjadi manusia sejati karena selalu ingat dan sadar akan jati dirinya sebagai hamba Tuhan. Inilah orang-orang yang paham akan esensi kemanusiaan.

Entah mengapa bagi saya dan sepanjang yang saya alami, sebagian besar penelitian [kualitatif] menuntut seluruh aspek kemanusiaan peneliti; hingga akhirnya memanusiakan peneliti. Tentu ini karena pada sebagian besar penelitian itu, penelitilah yang harus mengoleksi data dari manusia, di mana dalam prosesnya ia harus berinteraksi dengan manusia, ia harus menangani emosi, tidak hanya emosi manusia lain, namun juga emosi dirinya sendiri, mengolah data sebagai manusia, dan menyajikannya sebagai kisah manusia. Penelitian [kualitatif] pada akhirnya akan mampu memanusiakan peneliti.

Nah, saya tahu apa yang Anda pikirkan.

Anda berpikir, “kalau demikian, penelitian [kuantitatif] tidak mampu memanusiakan peneliti”. Lalu sebagian dari Anda, para pencinta penelitian [kuantitatif], akan marah.

Sebentar, hold your horses… Jika itu yang Anda pikirkan, berarti Anda terjebak dengan realitas dikotomis; Hitam-Putih, Kiri-Kanan, Terang-Gelap, sehingga seakan tidak boleh ada spektrum warna dan tak ada realitas antara. Padahal sedari tadi, saya tidak memberikan pernyataan entang penelitian [kuantitatif] apapun. Bahkan sebenarnya, saya sudah tidak percaya lagi dengan dikotomi kualitatif-kuantitatif yang semakin menjauhkan kita dari kesatuan ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu pula, buku ini tidak lagi menggunakan embel-embel “kualitatif” dalam judulnya.

Menariknya, justru kemarahan akibat mindset inilah yang seringkali saya hadapi. Banyak letupan emosi terjadi (saat saya diminta mengisi pelatihan-pelatihan penelitian kualitatif) atas simpulan berbasis persepsi masing-masing, bukan karena pernyataan yang saya buat. Oleh karena itu, sebelum membaca buku ini mohon ingat pesan saya: sebisa mungkin lepaskan dulu diri Anda dari persepsi-persepsi yang membentuk realitas Anda saat membaca buku ini. Jangan khawatir, insyaAllah saya hanya akan mengajak Anda berdialog tentang Tuhan dan kesatuanNya dengan Metodologi Penelitian dalam buku ini.

Bagaimana penelitian [kualitatif] telah memanusiakan saya (dari pengalaman pribadi) menjadi salah satu pembuka buku ini yang memfokuskan pembahasan pada hal yang mungkin kadang terlewatkan di beberapa buku metodologi penelitian [kualitatif]: sang Peneliti [Kualitatif] sendiri. Selebihnya, buku yang berjudul “Metodologi Konstruktif Riset Akuntansi: Membumikan Religiositas”, sesuai klaim napas “kritis” yang saya paparkan tadi, akan membahas metodologi konstruktif atau peubah yang dapat dilakukan untuk riset akuntansi atau riset ilmu sosial lainnya. Bab demi bab akan mengajak Anda untuk mengeksplorasi landasan filosofis hingga teknis berbagai pendekatan konstruktif religius.

Khususnya sebagai pembanding pemikiran kritis/konstruktif non-religius Barat yaitu Political Economy of Accounting, saya memperkenalkan pemikiran konstruktif/revolutif religius Buya Hamka.

Pendahuluan / Prolog

Pengantar Pembaca
Sebagai penutup prawacana, bila kita ingin jujur, perjalanan dialektika paradigmatik seperti ini tidak bisa tidak akan dan harus ada dalam waktu dan ruang nyata di mana kita berpihak. Di mana itu? Tentunya di Indonesia, negeri nusantara kita bersama.

Bila kita percaya bahwa negeri ini adalah pusat peradaban baru menjelang perubahan besar yang tanda-tandanya dapat kita ketahui dengan mata batin terdalam kita, maka tak pelak ruang paradigmatik harus dibuka menjadi lebih sosiologis kontekstual. Saya menyebutnya sebagai Paradigma Religius Kenusantaraan.

Mungkin begitu nama yang muncul kemudian, sebagaimana telah dilakukan oleh guru dan murid di atas yang menjalankan organisasi Masyarakat Akuntansi Multiparadigma Indonesia (MAMI). Beberapa tahun belakangan telah diadakan Temu MAMI Nasional (TEMAN) dengan tema konsisten dan sangat masif berkutat pada ruang-ruang kebudayaan kenusantaraan, mulai dari Akuntansi Malangan, Akuntansi Makasaran, Akuntansi Bali-an, Akuntansi Betawian, dan seterusnya dan seterusnya.

Penting untuk mengingat apa yang ditegaskan oleh Kuntowijoyo bahwa Al Quran perlu dibumikan dalam konteks paradigmatik sains. Untuk itulah, kebutuhan akan paradigma yang mampu mengakomodasi pembumian Al Quran di nusantara adalah hal yang tidak terelakkan. Ini adalah penanda bagi munculnya ruang paradigmatik akuntansi baru: PARADIGMA RELIGIUS KENUSANTARAAAN...

Saya tidak akan menambah peliknya dialektika dalam buku ini. Siapkan diri Anda untuk menggunakan kaca mata yang berbeda setiap saat dari bab ke bab. Nikmati saja perjalanan pembacaan buku ini selayaknya pertama kalinya Anda bertamasya ke gunung atau pantai. Lebih baik lagi bila anda menikmati buku ini sebagai bagian dari proses persenggamaan intelektual. Jangan lupa, dengan selalu menyebut namaNya!.

Daftar Isi

Ingatkah akan janjimu?
Komentar Pembaca
Prawacana Penerbit “Bacaan Khusus Dewasa Tanpa Sensor”
Pengantar Pembaca: “Om, Piknik Om!”
Pengantar Penulis
Daftar Isi
Bab 0 Wajib Baca :)
Bab 1 Manusia-Manusia “Mesin” (?)
     Menjadi Peneliti [Kualitatif] Religius
     Kemunculan dan Pemusnahan (?) Manusia-Manusia “Mesin”
     Apa implikasi keberadaan manusia-manusia “mesin” ini?
     “Jangan Jadikan Dirimu Majal”: Meneliti untuk Mengonstruksi
     Karakter Peneliti [Kualitatif] Religius: Menghargai Informan
     Simpulan
     Pertanyaan Dasar
     Pertanyaan lanjutan
Bab 2 “Teater” Praktik Akuntansi dalam Dramaturgi dan Frame Anaysis Erving Goffman
     Mengapa Membincangkan Goffman untuk Riset Akuntansi?
     Dramaturgi: Pengendalian “Definisi” Diri dan Lingkungan Akuntan
     Analisis Dramaturgi 1: Performance
     Analisis Dramaturgi 2: Tim
     Analisis Dramaturgi 3: Region dan Perilaku Region
     Analisis Dramaturgi 4: Discrepant Roles
     Analisis Dramaturgi 5: Communication out of Characters
     Analisis Dramaturgi 6: Impression Management
     Frame Analysis: Telaah Kuasa “Definisi” Realitas
     [Meluruskan] Dramaturgi, Frame Analysis, dan Variannya untuk Riset Akuntansi
     Simpulan
     Pertanyaan Dasar
     Pertanyaan Lanjutan
Bab 3 Political Economy of Accounting (Pea) Versus Revolusi [Akuntansi] Buya Hamka
     [Kesesatan] Akuntansi dari Perspektif Political Economy of Accounting (PEA)
     PEA untuk Riset Akuntansi Kritis
     Antitesis PEA: Revolusi Ideologi dan Keadilan Sosial Buya HAMKA
     Simpulan
     Pertanyaan Dasar
     Pertanyaan Lanjutan
Bab 4 Memajemukkan Akuntansi Melalui Postrukturalisme dan Posmodernime
     Postrukturalisme & Posmodernisme sebagai Pendobrak Penunggalan
     Menjedakan (Aku)ntansi Melalui Dekonstruksi: Telaah Pemikiran Derrida
     Penggunaan Dekonstruksi pada Riset Akuntansi Postrukturalis
     Saat Akuntansi menjadi Simulakra: Telaah ala Baudrillard
     Proses Citra menjadi Simulakra
     Simulakr(a)kuntansi
     Kuasa Pengetahuan versi Lyotard
     Simpulan
     Pertanyaan Dasar
     Pertanyaan Lanjutan
Bab 5 Orientalisme dan Oksidentalisme: Menggugat Praktik Akuntansi Barat
     Orientalisme: Penolakan atas Superioritas Barat
     Oksidentalisme: Sikap kita terhadap (Akuntansi) Barat
     Penggunaan Orientalisme dan Oksidentalisme pada Riset Akuntansi
     Antropologi Akuntansi Islam: Menuju Peradaban Ilahiyah
     Simpulan
     Pertanyaan Dasar
     Pertanyaan Lanjutan
Daftar Rujukan