Kegiatan operasi migas penuh risiko. Itulah alasan pemerintah di semua negara melakukan intervensi berupa pengaturan dan pengawasan agar risiko dapat dikendalikan. Intervensi yang dilakukan dengan membuat regulasi, menunjuk petugas pengawas, serta mengembangkan instrumen pengaturan dan pengawasan.
Di tanah air lebih popular disebut pembinaan dan pengawasan. Keberhasilan dalam mengendalikan risiko industri migas tergantung dari efektifitas dari regulasi yang dibentuk, lembaga atau petugas yang melaksanakan pengawasan implementasi regulasi dan budaya keselamatan yang terbentuk.
Sejarah mencatat kecelakaan kecelakaan besar yang tragis dari kegiatan operasi migas. Diantaranya, pada bulan Maret 1980 kapal pengeboran Alexander L Kielland tenggelam akibat salah satu penopang kakinya patah kelelahan, menyebabkan 123 pekerja migas di atasnya meninggal dunia. Ledakan dan kebakaran anjungan migas lepas pantai Piper Alpha di Laut Utara tanggal 6 Juli 1988 mnyebabkan 165 pekerja dari 226 orang yang berada di anjungan meninggal karena terbakar atau jatuh ke laut.
Di Teluk Meksiko, kecelakaan besar Deepwater Horizon tanggal 20 April 2010 menewaskan 11 ABK (anak buah kapal), menenggelamkan kapal pengeboran dan menyebabkan tumpahan minyak terbesar sepanjang sejarah industri migas Amerika.
Semburan liar yang terjadi di anjungan Montara 21 Agustus 2009 di Lepas Pantai Utara Australia selama 75 hari menyebabkan kebakaran dan tumpahan minyak yang mencemari laut Timor dan merusak budi daya rumput laut masyarakat Kepulauan Nusa Tenggara Timur. Di tanah air, kita juga mencatat beberapa kecelakaan besar. Semburan liar yang muncul saat pemboran sumur di anjungan Attaka E Bulan Agustus tahun 1995 menyebabkan munculnya kawah yang menelan anjungan.
