Saya punya seorang teman. Ia membeli sebuah unit apartemen subsidi berukuran 31m2, dan kemudian tinggal bersama istrinya di sana. Tidak lama setelah huniannya terisi lengkap, ia mengadakan selametan kecil-kecilan, mengundang beberapa teman dekat.
Saya yang belum pernah mengunjungi hunian apartemen kecil, sempat kaget melihat betapa kecilnya ruangan 31m2.
Seingat saya, hanya beberapa orang yang bisa berkumpul di dalam, selebihnya bergerombol di koridor apartemen.
Namun teman saya ini memiliki minat cukup tinggi terhadap interior. Setiap hari ada-ada saja yang dilakukannya demi mempercantik huniannya. Mulai dari menempel stiker sendiri di dinding keramik kamar mandinya, sampai membuat kotak penutup untuk menyembunyikan pipa yang melintang sepanjang plafon di kamar tidur.
Karena istrinya hobi memasak, ia juga rela merogoh kantong cukup dalam untuk membuat dapur yang tampak keren, sekalipun ukurannya terbilang mini. Intinya, beberapa waktu kemudian saya datang kembali ke apartemennya, hunian itu sudah tampak jauh berbeda. Terlihat stylish dan kekinian.
Satu hal yang kemudian saya yakini, bila pemilik mempunyai kepedulian tinggi terhadap huniannya, ruang kecil pun tetap bisa bergaya. Bahkan, dalam pandangan saya, dalam keterbatasan ruangan itulah, kreativitas teman saya justru semakin terasah. Apalagi ditambah dengan keterbatasan dalam bujet.
Tapi satu pelajaran lain yang lama kemudian saya dapati juga dari teman saya ini adalah bahwa untuk membuat hunian mungil kita tetap cantik diperlukan konsistensi dan ketelatenan dalam merawat. Ibaratnya, lengah sebentar saja, hunian akan terlihat berantakan. Lepas kontrol sedikit saja dalam membeli barang, hunian tampak penuh dan sesak. Salah sedikit saja dalam memilih furnitur, hunian jadi tak nyaman.
Yah, tinggal di hunian mungil bukan cuma soal permainan trik menata interiornya, tapi juga soal bagaimana menyesuaikan gaya hidup dengan luasnya ruang yang kita miliki.