Tampilkan di aplikasi

Buku Salemba Empat hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Evaluasi Calon Mudharib untuk Pembiayaan Mudharabah

1 Pembaca
Rp 214.900 12%
Rp 190.000
Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Dalam perbankan syariah, terdapat pembiayaan mudhārabah (muqaradhah); di Eropa, disebut comenda atau commandite. Pola pembiayaan ini telah digunakan oleh masyarakat dunia; bahkan sejak zaman pertengahan Bizantium Islam, Abad XVI, dan seterusnya. Pola ini digunakan, sehubungan dengan kenyataan bahwa pada setiap masyarakat di dunia, selalu terdapat dua kelompok dengan kemampuan yang berbeda. Pihak pertama, memiliki kemampuan keuangan dan dapat menyediakan modal, atau disebut shāhibul māl. Pihak kedua, memiliki keahlian dan pengalaman berdagang atau berusaha, tetapi tidak memiliki modal, atau disebut mudhārib. Akad pembiayaan mudhārabah menyatukan kedua pihak tersebut. Pihak pertama memercayakan modalnya kepada pihak kedua. Dengan modal itu, pihak kedua dapat berdagang atau berusaha. Oleh karena keahlian dan pengalamannya, pihak kedua itu dapat menghasilkan keuntungan, yang kemudian dibagi dengan pihak pertama, berdasarkan nisbah sesuai kesepakatan awal. Ketika keuntungan dihasilkan, usaha berkembang, produksi meningkat, dan lapangan kerja baru terbuka bagi orang lain. Jelas, penyatuan dua pihak dengan kemampuan yang berbeda itu membawa manfaat, kemaslahatan, bagi orang banyak.

Pola pembiayaan ini juga dipraktikkan oleh para pedagang di jazirah Arab. Setelah Al-Qur’an diwahyukan, Nabi Besar Muhammad Saw. menyetujui untuk melanjutkan pembiayaan tersebut. Bahkan, Nabi Saw. sendiri pernah menerapkannya ketika berdagang, dengan modal dari calon istri beliau, Siti Khadijah. Riwayat Ibn Majah dari Shuhaib menyebutkan bahwa, “Ada tiga hal mengandung berkah, jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudhārabah) dan mencampur gandum dengan jawawut, bukan untuk dijual.” Model pembiayaan ini telah mampu mengembangkan ekonomi pada masa Nabi Saw., Khalifah Umar bin Khattab, dan pengembangan permulaan ekonomi Jerman. Karena kemaslahatan yang diciptakan, maqasid al syariah, mudhārabah menjadi ikon pembiayaan dalam perbankan syariah.

Bank dapat bertindak sebagai shāhibul māl, ketika memberikan pembiayaan mudhārabah kepada nasabahnya. Pihak terakhir ini bertindak sebagai mudhārib, entrepreneur, atau pengusaha. Bank sebagai shāhibul māl memberikan modal kepada mudhārib semata-mata atas kepercayaan. Dana modal itu digunakan mudhārib untuk menjalankan dan mengelola suatu usaha. Hanya mudhārib berwenang mengelola usaha itu, dan shāhibul māl tidak dapat ikut campur di dalamnya. Namun, ketika usaha merugi disebabkan risiko bisnis, kerugian ditanggung sepenuhnya oleh shāhibul māl, bukan mudhārib.

Selain pemodal menanggung risiko bisnis, bank syariah menghadapi sejumlah risiko yang berkaitan dengan kualitas mudhārib. Tidak saja harus mengkaji keahlian dan pengalamannya, bank syariah harus menelaah secara saksama kadar amanah atau trust yang dimiliki mudhārib. Analisis dalam buku ini menunjukkan, bahwa arti penting kata amanah dan trust memiliki persamaan. Kedua kata ini, trust atau amanah, memiliki konotasi yang sama, bahwa ‘seseorang yang amanah atau trustworthy adalah apabila orang itu dapat menenuhi harapan orang lain yang memercayainya atau memberikan amanat padanya’. Sebagai esensi penting akad, mudhārib mengelola dan mengontrol usaha sepenuhnya, yang dibiayai shāhibul māl. Oleh karena itu, pemodal benar-benar harus dapat meyakini diri, bahwa mudhārib dapat dipercaya untuk menjaga amanat yang diberikan, dan tidak melakukan tindakan yang merugikan kepentingannya. Mudhārib dapat saja melakukan banyak hal untuk kepentingan pribadi; tetapi ditutupi, dengan mengatakan, bahwa kerugian terjadi akibat risiko bisnis normal.

Materi penelitian ini berada dalam tataran sektor keuangan. Di dalam sektor ini, terdapat beberapa teori yang dapat digunakan untuk mendekati dan menganalisis persoalan di dalamnya. Ketika sedang mempertimbangkan pemberian pembiayaan mudhārabah, bank syariah menghadapi ketidakseimbangan informasi (symmetric information). Jika tidak diatasi ex ante, maka bank akan mengalami salah pilih (adverse selection). Artinya, calon nasabah berisiko tinggi disetujui, yang seharusnya ditolak. Jika tidak diatasi ex post, maka orang yang dipercayai itu akan melakukan moral hazard, atau penyelewengan yang tidak selalu dapat terlihat. Untuk itu, diperlukan pengawasan dan monitoring usaha secara rutin dan berkala.

Persoalan hubungan antara shāhibul māl dan mudhārib merupakan persoalan yang selalu ada, dan setara dengan hubungan atasan bawahan (principal and agent problems) atau agency problems. Dalam teori ini, tidak semua informasi yang dimiliki bawahan dapat diketahui atau disampaikan kepada atasan. Dalam hubungan itu terbentuk hubungan fidusia (fiduciary relationship), di dalam mana salah satu pihak menggantungkan harapannya kepada pihak lain, sebagaimana dikandung kata ‘amanah’ atau trust. Di sini, makna utama kata ‘amanah’ atau ‘trust’ itu berperan penting. Di dalam hubungan fidusia, pihak yang dipercayai itu memiliki tiga tugas hukum, yaitu: tugas beriktikad baik (duty of good faith); tugas loyalitas (duty of loyalty), dan tugas kehati-hatian (duty of care). Seluruh tugas ini juga harus dipenuhi oleh mudhārib terhadap shāhibul māl.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Hendy Herijanto Oejoen Dt. Rajo Hitam

Penerbit: Salemba Empat
ISBN: 9786231810373
Terbit: Agustus 2023 , 314 Halaman










Ikhtisar

Dalam perbankan syariah, terdapat pembiayaan mudhārabah (muqaradhah); di Eropa, disebut comenda atau commandite. Pola pembiayaan ini telah digunakan oleh masyarakat dunia; bahkan sejak zaman pertengahan Bizantium Islam, Abad XVI, dan seterusnya. Pola ini digunakan, sehubungan dengan kenyataan bahwa pada setiap masyarakat di dunia, selalu terdapat dua kelompok dengan kemampuan yang berbeda. Pihak pertama, memiliki kemampuan keuangan dan dapat menyediakan modal, atau disebut shāhibul māl. Pihak kedua, memiliki keahlian dan pengalaman berdagang atau berusaha, tetapi tidak memiliki modal, atau disebut mudhārib. Akad pembiayaan mudhārabah menyatukan kedua pihak tersebut. Pihak pertama memercayakan modalnya kepada pihak kedua. Dengan modal itu, pihak kedua dapat berdagang atau berusaha. Oleh karena keahlian dan pengalamannya, pihak kedua itu dapat menghasilkan keuntungan, yang kemudian dibagi dengan pihak pertama, berdasarkan nisbah sesuai kesepakatan awal. Ketika keuntungan dihasilkan, usaha berkembang, produksi meningkat, dan lapangan kerja baru terbuka bagi orang lain. Jelas, penyatuan dua pihak dengan kemampuan yang berbeda itu membawa manfaat, kemaslahatan, bagi orang banyak.

Pola pembiayaan ini juga dipraktikkan oleh para pedagang di jazirah Arab. Setelah Al-Qur’an diwahyukan, Nabi Besar Muhammad Saw. menyetujui untuk melanjutkan pembiayaan tersebut. Bahkan, Nabi Saw. sendiri pernah menerapkannya ketika berdagang, dengan modal dari calon istri beliau, Siti Khadijah. Riwayat Ibn Majah dari Shuhaib menyebutkan bahwa, “Ada tiga hal mengandung berkah, jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudhārabah) dan mencampur gandum dengan jawawut, bukan untuk dijual.” Model pembiayaan ini telah mampu mengembangkan ekonomi pada masa Nabi Saw., Khalifah Umar bin Khattab, dan pengembangan permulaan ekonomi Jerman. Karena kemaslahatan yang diciptakan, maqasid al syariah, mudhārabah menjadi ikon pembiayaan dalam perbankan syariah.

Bank dapat bertindak sebagai shāhibul māl, ketika memberikan pembiayaan mudhārabah kepada nasabahnya. Pihak terakhir ini bertindak sebagai mudhārib, entrepreneur, atau pengusaha. Bank sebagai shāhibul māl memberikan modal kepada mudhārib semata-mata atas kepercayaan. Dana modal itu digunakan mudhārib untuk menjalankan dan mengelola suatu usaha. Hanya mudhārib berwenang mengelola usaha itu, dan shāhibul māl tidak dapat ikut campur di dalamnya. Namun, ketika usaha merugi disebabkan risiko bisnis, kerugian ditanggung sepenuhnya oleh shāhibul māl, bukan mudhārib.

Selain pemodal menanggung risiko bisnis, bank syariah menghadapi sejumlah risiko yang berkaitan dengan kualitas mudhārib. Tidak saja harus mengkaji keahlian dan pengalamannya, bank syariah harus menelaah secara saksama kadar amanah atau trust yang dimiliki mudhārib. Analisis dalam buku ini menunjukkan, bahwa arti penting kata amanah dan trust memiliki persamaan. Kedua kata ini, trust atau amanah, memiliki konotasi yang sama, bahwa ‘seseorang yang amanah atau trustworthy adalah apabila orang itu dapat menenuhi harapan orang lain yang memercayainya atau memberikan amanat padanya’. Sebagai esensi penting akad, mudhārib mengelola dan mengontrol usaha sepenuhnya, yang dibiayai shāhibul māl. Oleh karena itu, pemodal benar-benar harus dapat meyakini diri, bahwa mudhārib dapat dipercaya untuk menjaga amanat yang diberikan, dan tidak melakukan tindakan yang merugikan kepentingannya. Mudhārib dapat saja melakukan banyak hal untuk kepentingan pribadi; tetapi ditutupi, dengan mengatakan, bahwa kerugian terjadi akibat risiko bisnis normal.

Materi penelitian ini berada dalam tataran sektor keuangan. Di dalam sektor ini, terdapat beberapa teori yang dapat digunakan untuk mendekati dan menganalisis persoalan di dalamnya. Ketika sedang mempertimbangkan pemberian pembiayaan mudhārabah, bank syariah menghadapi ketidakseimbangan informasi (symmetric information). Jika tidak diatasi ex ante, maka bank akan mengalami salah pilih (adverse selection). Artinya, calon nasabah berisiko tinggi disetujui, yang seharusnya ditolak. Jika tidak diatasi ex post, maka orang yang dipercayai itu akan melakukan moral hazard, atau penyelewengan yang tidak selalu dapat terlihat. Untuk itu, diperlukan pengawasan dan monitoring usaha secara rutin dan berkala.

Persoalan hubungan antara shāhibul māl dan mudhārib merupakan persoalan yang selalu ada, dan setara dengan hubungan atasan bawahan (principal and agent problems) atau agency problems. Dalam teori ini, tidak semua informasi yang dimiliki bawahan dapat diketahui atau disampaikan kepada atasan. Dalam hubungan itu terbentuk hubungan fidusia (fiduciary relationship), di dalam mana salah satu pihak menggantungkan harapannya kepada pihak lain, sebagaimana dikandung kata ‘amanah’ atau trust. Di sini, makna utama kata ‘amanah’ atau ‘trust’ itu berperan penting. Di dalam hubungan fidusia, pihak yang dipercayai itu memiliki tiga tugas hukum, yaitu: tugas beriktikad baik (duty of good faith); tugas loyalitas (duty of loyalty), dan tugas kehati-hatian (duty of care). Seluruh tugas ini juga harus dipenuhi oleh mudhārib terhadap shāhibul māl.

Pendahuluan / Prolog

Sistem Kerja Sama dalam Pembiayaan secara Syariah
Mudharabah adalah bentuk perjanjian kerja sama antara pemilik harta dengan pengelola harta. Pemilik harta menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk dibisniskan. Jika untung, keuntungannya dibagi kepada pemilik harta dan pihak pengelola harta, sesuai dengan kesepakatan di awal. Sementara itu, mudharib adalah orang yang mengelola perjanjian tersebut. Sebagai bagian dari pembiayaan syariah, ketentuan yang harus diikuti bersumber dari Al-Qur’an dan hadis. Terutama bagi mudhārib, harus pula mengikuti ketentuan yang ada dalam kedua sumber utama hukum Islam tersebut. Namun, ketentuan dalam Al-Qur’an bersifat global atau umum, sehingga perlu diuraikan, dirinci, dan dihubungkan dengan hadis Nabi Saw. Kemudian, hasil dari kajian ini dibandingkan dengan ketentuan yang bersumber dari hukum positif atau literatur kontemporer.

Fokus kajian buku ini dapat dirinci ke dalam tiga pokok bahasan. Pertama, ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan hadis Nabi Saw. yang harus dipenuhi oleh mudhārib. Kedua, faktor-faktor yang perlu dicakup dalam ketiga kelompok unsur (karakter mudhārib, kelayakan usaha/bisnis dan kualitas tim pelaksana, dan pengawasan usaha/monitoring proyek). Ketiga, pembuktian secara statistik pengaruh faktor-faktor tesebut pada Butir 2 terhadap persetujuan bank syariah untuk memberikan pembiayaan mudhārabah kepada calon mudhārib. Berdasarkan uraian di atas, ruang lingkup buku ini dibatasi pada proses evaluasi untuk membuat keputusan pemberian pembiayaan dengan akad mudhārabah.

Penulis

Hendy Herijanto Oejoen Dt. Rajo Hitam - Penulis dengan nama lengkap Hendy Herijanto Oejoen Dt. Rajo Hitam menyelesaikan pendidikannya di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia, yaitu (i) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia; (ii) Progam MBA di Indonesian European University atau IEU (dulu afiliasi dari European University, Belgia; sekarang bernama Universitas Esa Unggul); (iii) Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Trisakti; (iv) Pascasarjana Economic and Islamic Finance (IEF), Tingkat Doktoral Universitas Trisakti ; (v) Pascasarjana Ilmu Hukum, Tingkat Doktoral Universitas Padjadjaran; (vi) Sekolah Pascasarjana, Tingkat Doktoral Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah, dan (vii) Fakultas Hukum Universitas Bung Karno.

Kedua Program Doktoral di Universitas Trisakti dan Universitas Padjadjaran tersebut diselesaikan dengan predikat cum laude. Dewasa ini, penulis telah menyelesaikan studinya pada Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis Indonesia (STIEBI), Jakarta.

Daftar Isi

Sampul Depan
Halaman Judul
Halaman Copyright
Tentang Penulis
Kata Sambutan
Sekapur Sirih
Daftar Isi
Bab 1 Latar Belakang Pembiayaan Mudhārabah dan Evaluasi Calon Mudhārib
     Latar Belakang Kebutuhan Pembiayaan
     Evaluasi Penentuan Mudhārib
     Catatan Akhir
Bab 2 Akad Mudhārabah: Pengertian dan Esensi Cakupan
     Akad Mudhārabah
          Pengertian
          Pihak-Pihak dan Jenis Akad Mudhārabah
          Rukun dan Syarat Mudhārabah
          Jangka Waktu Akad
          Keuntungan Sebagai Kebajikan
          Keuntungan dan Risiko
     Esensi Cakupan
          Unsur Trust dalam Mudhārabah
          Kemaslahatan dan Fungsi Sosial
          Kesetaraan Modal dengan Kualitas Mudhārib
          Tanggung Jawab Para Pihak atas Risiko Bisnis
          Masalah Pelaporan Keuntungan
     Catatan Akhir
Bab 3 Mudhārabah dalam Al-Qur’an dan Hadis
     Ketentuan Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad Saw
          Kedudukan Hukum Islam
          Hukum Islam Berkaitan dengan Mudhārabah
     Dasar Hukum Mudhārabah
          Ketentuan untuk Bekerja Sama
          Hukum Bersyarikat: Jujur dan Tidak Mengkhianati
          Tidak Mengambil Hak Orang Lain
          Menepati Janji dan Kesepakatan Kontraktual
          Kewajiban Mengikuti Petunjuk Shāhibul Māl
          Bertindak dengan Kehati-Hatian
          Memenuhi Harapan Shāhibul Māl
          Kewajiban Menunaikan Amanah
     Fatwa tentang Pembiayaan Mudhārabah
     Akad Mudhārabah Muqayyadah
     Catatan Akhir
Bab 4 Perbandingan Amanah dan Trust serta Peranan Reputasi
     Pengertian Amanah dalam Al-Qur’an dan Hadis
          Makna Amanah
          Menunaikan Amanat Bertanggung Jawab pada Allah Swt
          Amanat Berarti Tanggung Jawab Secara Hukum
          Berkemampuan dan Dipercaya untuk Tugas yang Diberikan
          Berlaku Adil dan Tidak Berbuat Curang
          Kewajiban Mengembalikan Hak Kepada Pemilik
          Bekerja Sepenuh Hati dan Penuh Tanggung Jawab
     Pengertian Trust
          Teori Trust atau Kepercayaan
          Trust dalam Transaksi Keuangan
          Persamaan Amanah dengan Trust
     Teori Reputasi dan Peranannya
          Teori Reputasi
          Peranan dan Pengecekan Reputasi
     Catatan Akhir
Bab 5 Teori Keagenan dan Ketidakseimbangan Informasi
     Teori Keagenan
     Asymmetric Information, Adverse Selection, dan Moral Hazard
          Asymmetric Information
          Adverse Selection dan Moral Hazard
          Teori Asymmetric Information pada Akad Mudhārabah
     Catatan Akhir
Bab 6 Asas-Asas dan Ketentuan Perjanjian dan Akad
     Asas Perjanjian dan Akad
          Pengertian Asas Hukum
          Perbandingan Asas Hukum Perjanjian dan Akad
     Unsur-Unsur Perjanjian
          Unsur Esensialia
          Unsur Naturalia
          Unsur Aksidentalia
     Kebebasan Berkontrak
          Pengertian Perjanjian
          Dasar Hukum Perjanjian
          Asas Kebebasan Berkontrak
     Kebebasan Berakad
          Pengertian Akad
          Dasar Hukum Akad
          Rukun dan Syarat Akad
          Batasan Asas Kebebasan Berakad
     Iktikad Baik dalam Hukum Perjanjian dan Korporasi
          Iktikad Baik dalam Hukum Perjanjian
          Iktikad Baik dalam Hukum Korporasi
     Kesalahan/Kelalaian dan Sikap Kehati-hatian dalam Hukum Perdata
          Kesalahan dan Kelalaian
          Sikap Kehati-hatian dan Perbuatan Melanggar Hukum
     Catatan Akhir
Bab 7 Mudhārib Sebagai Seorang Fidusia dengan Tugas Fidusia
     Fiduciary Relationship
     Fiduciary Duty
     Tiga Serangkai Fiduciary Duty
          Duties of Skills & Care
          Duty of Loyalty dan Duty of Candor
          Duty of Good Faith (Iktikad Baik)
     Catatan Akhir
Bab 8 Persepsi Risiko dan Penyebabnya
     Risiko Mudhārabah
     Penyebab Risiko
          Penegakan Hukum yang Lemah
          SDM yang Lebih Ahli dan Berpengalaman
          Rahasia Bisnis dalam Mudhārabah
          Laporan Keuntungan dan Rekayasa Syariah
          Standar Moral yang Belum Memadai
          Agency Problems
          Masalah Moralitas
          Keperluan Informasi
          Penerapan Hukum Property Right
     Catatan Akhir
Bab 9 Masalah dalam Perkara Hukum Mudhārabah
     Studi Kasus pada Bank Syariah
     Pembahasan
          Mudhārabah vs Deposito
          Informasi Calon Mudhārib
          Pembiayaan NPF
          Tugas Monitoring dan Kontrol Bank
     Implikasi terhadap Peranan Bank Syariah
     Catatan Akhir
Bab 10 Posisi Bank dalam Akad Mudhārabah
     Sebagai Mudhārib
     Sebagai Shāhibul Māl
     Persoalan yang Harus Dihadapi
          Risiko Mudhārib
          Tanggung Jawab terhadap Risiko Bisnis
          Principal and Agent Problems
          Masalah Moral Hazard
          Karakter, Keahlian Mudhārib, dan Seleksi
          Evaluasi Proyek
          Masalah Gharar dan Risk Scattering
          Moralitas yang Lebih Tinggi
     Aspek Penanganan Internal
          Esensi Hubungan
          Kualitas Pemutus Pembiayaan
          Netralitas dan Objektivitas
          Intervensi Pemilik Bank
          Keputusan Pembiayaan
          Masalah Jaminan dan Agunan
          Perspektif Pembiayaan dan Masalah Lingkungan/Kultural
          Pengawasan atau Monitoring
     Good Corporate Governance (GCG)
     Parameter Keberhasilan: Keuntungan dan Taat Asas Syariah
     Catatan Akhir
Bab 11 Faktor-Faktor Pertimbangan
     Substansi Evaluasi
     Penelitian Terdahulu
          Khalil, et.al. (2013)
          Abdul Adhim (2008)
          Febianto dan Kasri (2007)
          Adnan dan Muhammad (2007)
          Sadr dan Iqbal (2001)
     Kelompok Faktor Evaluasi
          Kelompok Faktor Kualitas Mudhārib
          Kelompok Faktor Kelayakan Usaha dan Kualitas Proyek
          Kelompok Faktor Pengawasan Usaha/Proyek
     Model Konseptual Penelitian
     Catatan Akhir
Bab 12 Pembahasan Teoretis dan Evaluasi Calon Mudhārib Secara Menyeluruh
     Pembahasan Teoretis Hasil Penelitian
     Kelompok Faktor Evaluasi
     Evaluasi Calon Mudhārib
          Kelompok Faktor: Kualitas Mudhãrib
          Kelompok Faktor: Kelayakan Usaha dan Kualitas Proyek
          Kelompok Faktor: Pengawasan Usaha/Monitoring Proyek
     Penggunaan Seluruh Faktor Secara Menyeluruh
     Catatan Akhir
Lampiran: Metode dan Analisis Statistik
     Metode/Desain Penelitian
     Populasi dan Sampel
          Populasi
          Sampel
          Tempat dan Waktu Penelitian
          Teknik Pengambilan Sampel
          Teknik Pengumpulan Data
          Teknik Analisis Data
          Pengujian Asumsi Klasik
     Analisis Regresi
          Penentuan Koefisien Determinasi (R)
          Koefisien Korelasi Parsial (r)
     Pengujian Hipotesis
     Instrumen Penelitian dan Uji Coba
          Instrumen Penelitian
          Kalibrasi dan Uji Coba Instrumen Penelitian
          Uji Validitas
          Uji Realibilitas
     Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
          Identifikasi Variabel
          Definisi Operasional Variabel
          ariabel Dependen: Pemberian Persetujuan Pembiayaan Mudhārabah (Y)
          Kelompok Variabel Independen: Kualitas Mudhārib
     Teknik Analisis Data
     Uji Statistik
          Deskripsi Data
          Uji Prasyarat Hipotesis
          Uji Normalitas Data
          Uji Homogenitas Data
     Pengujian Hipotesis Penelitian
     Pembahasan Analisis Statistik
Bibliografi
Glosarium
Indeks
Sampul Belakang