Tampilkan di aplikasi

Interkoneksi yang sulit konek

Tabloid Sinyal - Edisi 257
21 Oktober 2016

Tabloid Sinyal - Edisi 257

Sebulan terakhir ini hiruk pikuk dunia telekomunikasi Indonesia sulit dipahami oleh masyarakat umum. Awal Agustus lalu ada surat edaran (SE) Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) soal penurunan tarif interkoneksi ratarata 26 persen dengan 18 skema panggilan telepon tetap dan seluler.

Sinyal
Sebulan terakhir ini hiruk pikuk dunia telekomunikasi Indonesia sulit dipahami oleh masyarakat umum. Awal Agustus lalu ada surat edaran (SE) Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) soal penurunan tarif interkoneksi ratarata 26 persen dengan 18 skema panggilan telepon tetap dan seluler. Penurunan tarif interkoneksi yang hanya Rp46/menit dari Rp250 ke Rp204, sangat tidak masuk akal bagi masyarakat, kenapa sampai diributkan. Tarif ini sebelumnya sudah turun, pada tahun 2010 dari Rp260/menit menjadi Rp251/menit dan tahun 2013 turun lagi menjadi Rp 250/ menit.

Apakah ini jumlah yang besar jika dihitung, misalnya, interkoneksi (panggilan dari operator satu ke operator lain) ke Telkomsel sebesar 53 miliar per menit, ke Indosat 14 miliar per menit dan ke XL sejumlah 9 miliar per menit. Jumlah panggilan ke operator sebaliknya tidak terlalu beda dan penerimaan masingmasing pada 6 bulan pertama tahun 2016 mencapai Rp8,9 triliun, Indosat Rp1,9 triliun dan XL Rp2 triliun. Biaya pembangunan yang digunakan untuk perhitungan interkoneksi tiap operator berbeda. Telkomsel terbesar dengan Rp285/ menit, Indosat Rp87/menit, XL sekitar Rp65/menit dan Tri Rp120/ menit, sehingga walaupun ditunda, XL akan memperlakukan tarif interkoneksi sekitaran Rp100/ menit.

Catatan dari laporan keuangan 2 operator tahun lalu menyebutkan, XL Axiata menerima hasil dari interkoneksi sebesar Rp100 miliar (net receiver) tetapi Kelompok Telkom termasuk Telkomsel minus (net payer) Rp75 miliar. Sementara pendapatan Kelompok Telkom sekitar Rp110 triliun dan XL Axiata sekitar Rp26 triliun. Keributan sebenarnya hanya terjadi karena Kelompok Telkom menolak hitungan yang tercantum di SE Menkominfo 2 Agustus 2016, karena asas yang digunakan adalah perhitungan simetris, tarif ditetapkan sama untuk semua operator. BUMN itu menghendaki hitungan berdasarkan asimetris, yang lebih banyak membangun tarifnya lebih besar dibanding operator yang lebih sedikit.
Tabloid Sinyal di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI