Tampilkan di aplikasi

Pasang surut hubungan ulama dan penguasa

Majalah Arrisalah - Edisi 214
9 Juli 2019

Majalah Arrisalah - Edisi 214

Masa-masa keemasan itu bisa kita lihat pada era khilafah rasyidah.

Arrisalah
Pada masa setelah mereka, Daulah Bani Umayyah, struktur sosial itu berubah. Pemimpin tidak lagi harus memiliki kecakapan berijtihad soal agama. Para pejabat negara sebagiannya adalah orangorang yang memiliki kemampuan manajerial yang bagus dan tak harus mampu berijtihad dalam soal agama.

Karena itulah, mulai ada keterpisahan antara ulama sebagai sosok yang memiliki otoritas untuk berijtihad dan peran kepemimpinan diserahkan kepada umara. Meskipun begitu, setiap keputusan negara selalu berdasarkan pertimbangan para ulama karena negara tetap tegak di atas syariat Allah. Pada masa ini ulama berfungsi sebagai kontrol bagi pemerintah.

Mereka tak segan menegur dan mengingatkan penguasa bila terjadi kekeliruan dalam pengambilan keputusan. Kedudukan ulama sebagai penasehat khalifah atau sultan, meskipun tidak berbentuk lembaga juga kukuh di masa pemerintahan Mameluk dan Turki Utsmani. Tidak sedikit para ulama yang memangku jabatan resmi di pemerintahan sebagai penasehat, duta besar, dan hakim pengadilan.

Pada saat itu ulama menjadi bagian dari birokrasi negara.Hubungan relatif dekat antara ulama dan pemerintah juga cukup banyak terjadi. Kedekatan ini dalam arti persahabatan ataupun hubungan guru-murid, dimana ulama memosisikan diri sebagai pendamping dan pembimbing pemerintah.

Inilah yang kita temukan dalam hubungan antara Imam Fakhruddin ar-Razi dan Alauddin Muhammad ibn Tekisy yang memerintah propinsi Khwarazm dari tahun 596/1200 hingga 617/1220. Alauddin sangat menghormati dan memuliakan ulama. Ia memberikan tanah wakaf untuk membangun sekolah tinggi dan sebuah rumah untuk tempat tinggal Imam ar-Razi sekeluarga
Majalah Arrisalah di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI