Telah diketahui bersama melalui syariat yang lurus ini, bahwa tauhid meliputi realisasi seluruh jenis ibadah dan penjagaannya dari segala jenis intervensi penyimpangan dan hal-hal baru dalam agama dalam bentuk penyakit syubhat dan syahwat dan ditutupnya pintu rapat-rapat menuju ke arah sana.
Dan sesungguhnya setiap jenis ibadah yang keluar dari jalur tauhid, berarti dilakukan dengan mengikuti hawa nafsu. Setiap orang yang mengikuti hawa nafsu sungguh telah menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahan.
Allâh berfirman yang artinya : Maka pernahkah kamu melihat hawa orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya (QS. Al-Jâtsiyah/45:23) Termasuk ghuluw (berlebihan) terhadap sebagian orang shaleh, seperti orang yang berlebihan dalam menghormati nabi, orang shaleh dan menjadikan padanya bagian dari hak yang dimiliki Allâh, dengan berdoa meminta kepadanya, bukan kepada Allâh . Sikap ghuluw adalah jalan yang menyimpang dari agama.
Mentauhidkan Allâh dalam doa mendapatkan porsi paling besar dalam nash-nash al-Qur`an dan Sunnah. Ini bertujuan membentengi doa dari semua perusak yang bisa menjadikan doa itu perbuatan syirik, atau menjadi perbuatan bid’ah, sehingga menghalangi kesempurnaannya dan merusak lafazh dan maknanya.
Jadi, nash-nash itu memperingatkan umat manusia dari semua perusak doa dan penyimpangan pada doa yang akan merusak asas terpenting dan landasan fundamental hidup seorang Muslim itu.
Banyak nash al-Qur`an dan Sunnah yang memuat peringatan keras dari syirik dengan seluruh jenisnya. Karenanya, larangan pertama yang ada dalam al-Qur`an ialah larangan dari perbuatan syirik dalam firman Allâh yang artinya : Karena itulah, janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allâh (QS. Al-Baqarah/2:22) Kebanyakan peringatan dari perbuatan syirik itu mengarah pada peringatan syirik dalam berdoa dengan dua jenisnya, doa berisi permohonan kepada Allâh dan doa ibadah.
