Akurasi Data, Sebuah kabar mengejutkan datang dari Negeri Sakura. Dalam waktu berselang tidak lama, Mitsubishi dan disusul Suzuki mengaku telah melakukan rekayasa dalam pengujian konsumsi bbm resmi diselenggarakan pemerintah. Menambah kehebohan di industri otomotif setelah sebelumnya Volkswagen tertangkap basah mengakali uji emisi dilakukan pemerintah AS. Secara langsung apa terjadi di Jepang dan Amerika tidak ada hubungannya dengan produkproduk keluaran ketiga pabrikan tersebut di Indonesia. Pada kasus emisi, terjadi pada mesin diesel yang tidak ditawarkan di Tanah Air. Sementara dalam hal konsumsi bbm, tidak ada satu pun pabrikan Jepang di Indonesia yang memasukkan angka pengujian Jepang dalam spesifi kasi resmi.
Bisa dipastikan bahwa kedua skandal tersebut tidak akan terjadi di Indonesia. Mengapa? Ini karena tidak adanya lembaga sertifi kasi mengatur pengujian konsumsi bbm dan emisi gas buang. Sehingga, pengumuman angka konsumsi bbm berapa pun akan mengundang argumentasi dari publik. Bisa kebayang kerusuhan terjadi ketika konsumen ramai-ramai class action menggugat produsen karena ditemukan ketimpangan antara klaim resmi dan kenyataan harian. Mau tidak mau, sumber informasi konsumsi bbm hanya datang dari dua sumber. Word of mouth dan media massa. Dimana, anak kecil pun paham bahwa akurasi berita word of mouth hanya sepersekian persen. Pilihan pencarian informasi pun jatuh ke media massa. Tetapi tunggu dulu. Yakin kah bahwa media Anda baca memiliki standar pengetesan baku yang dapat dipertanggungjawabkan akurasinya? Disitulah Anda akan menemukan perbedaan antara media otomotif mainstream berjam terbang tinggi dan media karbitan yang hanya bisa heboh di dunia maya. Jangan sampai salah baca....