Tampilkan di aplikasi

Buku Fatiha Media hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Kapaksa Milih

Ketika hati harus memilih satu diantaranya

1 Pembaca
Rp 53.000 15%
Rp 45.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 135.000 13%
Rp 39.000 /orang
Rp 117.000

5 Pembaca
Rp 225.000 20%
Rp 36.000 /orang
Rp 180.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Ayla, adalah mahasiswi Komunikasi yang diam diam mengagumi sosok dosennya, Azmi Afifudin Abdul Qosim. Azmi terkenal sangat killer ketika sedang mengajar, meski tak bisa dipungkiri, ia adalah dosen tampan yang masih menyandang status jomblo. Akankah Ayla, gadis pergerakan, mampu memenangkan hati dosennya? Ataukan ia justru menerima pinangan lelaki yang cukup lama bersemayam di hatinya? Dimana lelaki tersebut juga berasal dari trah kyai, seperti dirinya.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Siti Tohirotus Sholikhah
Editor: Fatiha el-Kayyis

Penerbit: Fatiha Media
ISBN: 9786236759417
Terbit: Desember 2020 , 140 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Ayla, adalah mahasiswi Komunikasi yang diam diam mengagumi sosok dosennya, Azmi Afifudin Abdul Qosim. Azmi terkenal sangat killer ketika sedang mengajar, meski tak bisa dipungkiri, ia adalah dosen tampan yang masih menyandang status jomblo. Akankah Ayla, gadis pergerakan, mampu memenangkan hati dosennya? Ataukan ia justru menerima pinangan lelaki yang cukup lama bersemayam di hatinya? Dimana lelaki tersebut juga berasal dari trah kyai, seperti dirinya.

Pendahuluan / Prolog

Mengenai Kapaksa Milih
Terima kasih kepada Sang Maha Pemilik Cinta, yang telah mengabulkan impian terbesarku untuk melahirkan sebuah novel. Diriku yang selalu kuat dan hebat karena selalu menemaniku berjuang hingga detik ini. Kedua orangtuaku yang tak pernah percaya akan dunia halusinasiku, tapi tetap aku buktikkan. Sang Penyabar, Guru–Guruku yang tidak pernah bisa saya balas perjuangannya dan ku sebut satu per satu. Bu Eni, Bu Sri Wahyuni, Bu Ika Kurnia Hasbi, motivatorku. Dan Bu Nikmah, Bu Aris yang ekstra sabar mengingatkanku jika tidak baik berhalusinasi di jam produktif Tata Busana.

Teman-teman halusinasiku yang tidak bisa ku sebut satu-satu, tapi yang paling jauh halusinasinya kakak Risma Iffatul Lutfina. Dosen-dosen IAIN Salatiga yang selalu setia mendengarkan kebucinanku tidak tahu tempat dan waktu. Sahabat sahabatiku, sahabat koran KOPRI, sahabat pergerakan literasi, para pecandu buku nan sajak rindu, dan barisan para mantan yang memberikanku sejuta pengalaman. Serta Engkau. (yang kutemukan kala semesta memanggil untuk terus menggali perasaanku, dan kau adalah sosok imajinasiku yang kucuri namanya di sepertiga malamku serta dalam dunia halusinasiku).

Menulis adalah satu-satunya solusi untuk menabahkan hati dari segala pandang. Ketika hati mendadak ricuh, cobalah untuk menggapai pena dan kertas walau itu selembar. Utarakan sepuasnya di dalamnya. Maka hatimu akan merasa lebih tenang. Ketika hatimu enggan untuk melakukan suatu hal yang membuatnya semakin sakit, ikutilah. Maka kau akan bahagia. Dari sanalah ku paksa diri ini untuk mengabadikannya dalam sebuah tulisan.

Merangkai kata demi kata memang sangatlah sulit. Bagiku, menuliskan sebuah sajak tanpa narasi lebih mudah. Namun, Tuhan memberikan soal ujian kepada kita tanpa penawaran terlebih dahulu dan tidak memberikan opsi perihal hidup kita seperti apa. Untuk itu, kita harus selalu siap dengan segala apa yang tidak terencana. Termasuk takdir demi takdir yang telah Tuhan gariskan untuk kita.

Celakanya, aku terjebak dalam dunia yang serba salah kepadaku. Ku paksa berlanjut dalam segala tingkah yang mungkin tidak lagi direstui semesta. Hatiku berlari ke sana–kemari sekenanya. Aku berpikir kembali, walau aku malas sekali untuk berpikir, tapi itu harus tetap terjadi. Menjadi mahasiswa, memang tidak pernah bisa ditebak bagaimana alur ceritanya. Dari kisah asmara yang tiba–tiba membuat frustasi hingga depresi. Tugas yang datang semena-mena dari dosen yang tidak pernah diprediksi bagaimana akal sehatnya bekerja. Ditambah mengenali dunia jurnalistik dari zaman ke zaman membuatku semakin paham jika nyawa adalah taruhan dari satu judul koran yang terpublikasikan.

Pada satu senja, dengan kebiasaanku. Kupandangi Sang Mega Merah Aruna dengan getir. Mengapa hidupku seperti ini? Mengapa aku sesibuk ini? mengapa aku tidak bisa memilih untuk menjalani hal yang aku suka saja? Aku terus merutuki diriku. Kesibukanku bukan hanya menjadi mahasiswa yang kuliah pulang, kuliah pulang.

Aku memilih duniaku sendiri, dengan keputusanku sendiri tapi selalu semua orang termasuk kedua orangtuaku. Aku memilih menjadi mahasiswa aktivis dari salah satu organisasi pergerakan Islam di Indonesia. Dan menentang dari segala stigma pribumi yang masih keluargaku terapkan. Dari pulang tidak melebihi maghrib dan jika seorang perempuan memiliki gelar 3 M (Macak, Manak, dan Masak). Lalu, hak berpendidikan di mana? Hak pendidikan, hanyalah di bidang agama saja. Tidak paham apa itu filsafat, antropologi, sosiologi, politik, komunikasi Internasional, apalagi komunikasi organisasi. Jika kalian beranggapan aku nakal. Silakan. Itu hak kalian untuk berargumen.

Rasanya aneh, ketika seorang perempuan memilih dunia aktivis, mencari berita ke sana kemari, menyiarkan sesuatu yang samar di indra pendengaran. Namun itulah pilihanku, membuktikan jika perempuan tidak hanya bisa dandan, melahirkan, dan memasak. Tapi ia adalah sosok multitalent. Ia bisa menjadi sosok istri, ibu, wartawan, presenter, penyiar, guru, pimpinan politik, dalam waktu bersamaan. Perempuan, tidak selamanya menjadi objek dari kaum adam. Melainkan, ada saatnya perempuan menjadikan seorang laki–laki sebagai objeknya.

Hingga aku memutuskan untuk memungut satu demi satu kisah. Ku rangkai dengan kata yang terlalu rumit bagiku. Karena harus memunculkan narasi di dalamnya. Otakku menolak untuk berpikir, tapi hatiku terus memaksa untuk melahirkan karya yang menggambarkan sosok perempuan yang mampu memberhentikan dunia. Ku rajut bait demi bait, lalu bait bertebaran menjadi kata yang mudah untuk dipahami. Ku tambahkan kisah baru yang mengandung makna sebuah perjuangan cinta. Akhirnya, kurangkai pikiran dan perasaan tawa bercampur tangis di setiap sudutnya. Menjadi sebuah karya yang mampu membawa pembaca dalam tawa dan tangis di setiap babnya.

“Kapaksa Memilih” adalah bahasa sunda dari “Terpaksa Memilih”. Terpilih menjadi judul karena mampu merepresentasikan titik demi titik peristiwa penting dalam kekejaman hidup. Aku dan kamu, masih menjadi pemeran utama dalam sebuah perjalanan menuju tujuan masing–masing. Dalam hidup, selalu hadir likalikunya. Dari kisah pertemuan, asmara, perjuangan, kebersamaan, kehilangan, hingga keikhlasan yang selalu berjalan lebih memberatkan ketika dalam part kesedihan. Tapi tidak akan kalah menakjubkannya ketika kita berada pada part kebahagiaan. Pada waktu yang sama, “Kapaksa memilih” mewakili prosesku menulis.

Antara berbicara panjang lebar tapi dihilangkan oleh sejarah, atau melahirkan karya tapi abadi walau tinggal nama? Masa-masa malas memang selalu datang menyerang. Hati berniat melahirkan karya tapi rebahan menjadi rutinitas pilihan utama. Oleh karena itu, seranglah rasa malas situ kemudian berlarilah dalam mengejar. Menulislah, agar sejarah menulis dirimu di kemudian hari Jika hidup adalah pilihan, maka inilah pilihanku. Pilihan terbaik dengan penuh kesadaran dan juga tanggung jawab. Ya, Menulis.

Dengan menulis aku bisa melahirkan karya. Karya yang diharapkan mampu memberi banyak pelajaran bagi seluruh penduduk alam. Menulis untuk sebuah keabadian. Maka “Kapaksa Memilih” adalah galeri yang hadir untuk sahabat-sahabati nikmati. Secangkir kopi dan malam menjadi sosok teman yang mesra untuk menemani. Selamat menikmati setiap aksara yang kaya akan makna.

Penulis

Siti Tohirotus Sholikhah - Gadis cerewet Siti Tohirotus Sholikhah yang akrab disapa Tohi, kelahiran Semarang, 30 Januari 2001. Mengaku dirinya penulis amatir sekaligus pemetik kopi di libur panjang study Sarjana Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Salatiga. Tohi memiliki impian untuk melanjutkan study Pascasarjana di bidang Ilmu Politik. Baginya, menulis adalah mengutarakan isi hati dalam keabadian. Menjadi pilihan yang sangat tepat ketika seseorang memilih menulis, karena ia akan abadi walau sudah berbentuk batu nisan, dan lebih baik tetap menulis walau tidak dihargai, daripada tidak menulis sama sekali.

Dari keluarga petani kopi, menjadikan Tohi mencintai kopi hitam di sela-sela menggeluti hobinya membaca dan menulis kisah bergenre romance dan fiksi politik. Jika mayoritas perempuan lebih mencintai susu ataupun jus, ia lebih mencintai kopi hitam. Baginya, dari kopi ia paham jika hidup, tidak selamanya manis tapi juga ada rasa pahit. Yang harus dijalani apapun keadaanya. Hidup pun tak selamanya mengikuti alur air. Melainkan meminta dan berusaha merubah takdir itu lebih perlu.

Daftar Isi

Cover
Mengenai Kapaksa Milih
Daftar Isi
Prolog
Pertemuan Singkat
Gadis Pergerakan
Untuk Siapa Hatimu?
Khawatir
Dilema
Hati, Mengapa Kau Serumit Ini?
Pertemuan Kedua
Terpaksa Memilih
Cinta yang Tak Pernah Kuinginkan
Dilema
Rasa yang Tersurat
Pinangan di Atas Pinangan
Luka
19 - 09 - 19
Menjadi Istri
Malam Pertama
Menutup Pintu dari Luar
Pertaruhan
Kembali Gagal
Hancur
Perlawanan Kaum Perempuan
Takdir
Singkat yang Berakhir Sekarat
Singkat yang Berakhir Sekarat
Ketulusan Cinta
Obat
Lebur
Tentang Penulis
Cover