Tampilkan di aplikasi

Buku Garudhawaca hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Dancing the Antibody

Menjaga Nyala Tari di Tengah Pandemi

1 Pembaca
Rp 99.000 55%
Rp 45.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 135.000 13%
Rp 39.000 /orang
Rp 117.000

5 Pembaca
Rp 225.000 20%
Rp 36.000 /orang
Rp 180.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Ini adalah buku kedua yang diinisiasi Paradance Platform melalui program Koreografer Menulis setelah Daya Tari (2018). Koreografer kok menulis? Ya. Jika karya tari adalah cuplikan pengalaman pribadi koreografer yang dipindah (diceritakan) melalui sistem gerak/laku tubuh, maka dalam buku ini, pengalaman koreografer tersebut dicukil dan dipindahkan ke dalam tulisan. Tulisan ini bisa jadi tidak secara langsung penting bagi laku profesionalitas si koreografer, tetapi penting bagi dunia tari secara umum. Dalam buku ini, 18 koreografer muda menuliskan pengalaman dan gagasan mereka terutama mengenai apa dan bagaimana pengalaman kekaryaan mereka di masa pandemi yang tiba-tiba memenjarakan dan nyaris mematikan aktivitas panggung seni pertunjukan. Setidaknya buku ini membantu kita mengintip sejauh mana gerilya tari berjalan di masa pandemi lalu, yang itu berarti juga dapat menjadi penanda seberapa kuat daya tari dalam diri koreografer-koreografer muda Indonesia ini.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Chrisnar Bagas Pamungkas / Dalatina Pelogia Gustianingsih / Ela Mutiara / Ferry C Nugroho / Fitrya Ali Imran / Ishvara Devati / Krisna Satya / Leu Wijee / Megatruh Banyu Mili / Merry / Safrizal / Panji Pramayana / Pebri Irawan / Ressa Rizky Mutiara / Robby Somba / Saian Badaruddin / Theodora Melsasail / Yussi Ambar Sari
Editor: Eka Wahyuni

Penerbit: Garudhawaca
ISBN: 9786234220827
Terbit: Oktober 2023 , 315 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Ini adalah buku kedua yang diinisiasi Paradance Platform melalui program Koreografer Menulis setelah Daya Tari (2018). Koreografer kok menulis? Ya. Jika karya tari adalah cuplikan pengalaman pribadi koreografer yang dipindah (diceritakan) melalui sistem gerak/laku tubuh, maka dalam buku ini, pengalaman koreografer tersebut dicukil dan dipindahkan ke dalam tulisan. Tulisan ini bisa jadi tidak secara langsung penting bagi laku profesionalitas si koreografer, tetapi penting bagi dunia tari secara umum. Dalam buku ini, 18 koreografer muda menuliskan pengalaman dan gagasan mereka terutama mengenai apa dan bagaimana pengalaman kekaryaan mereka di masa pandemi yang tiba-tiba memenjarakan dan nyaris mematikan aktivitas panggung seni pertunjukan. Setidaknya buku ini membantu kita mengintip sejauh mana gerilya tari berjalan di masa pandemi lalu, yang itu berarti juga dapat menjadi penanda seberapa kuat daya tari dalam diri koreografer-koreografer muda Indonesia ini.

Pendahuluan / Prolog

Pengantar Program
Awal 2020, kita dikejutkan oleh datangnya Covid-19 yang membawa kita pada situasi rumit dan tak terbayangkan sebelumnya. Gedung dan arena-arena pertunjukan ditutup, festival-festival dibatalkan, transportasi dihentikan, gerbang-gerbang wilayah dikunci rapat. Kita tidak leluasa “bergerak”! Akan tetapi, tak berapa lama tiba-tiba internet dipenuhi dengan karya-karya pertunjukan adaptif. Ini adalah peluang yang memungkinkan saat itu, tetap berkarya tanpa tatap muka dengan penonton dan mengurangi sebisa mungkin manusia yang terlibat langsung. Polemik terjadi, perdebatan dan diskusi muncul, apa dan bagaimana karya panggung bisa dihadirkan ke media rekam? Teman-teman koreografer pasti lebih paham peliknya situasi ini.

Kini, setelah masa itu terlewati, kita jadi punya ruang dan jarak untuk merefleksikan kembali. Ternyata, cukup banyak karya “baru” telah dihasilkan di masa “aneh” itu. Maka, dapat dipastikan banyak pula hal-hal yang dapat direfleksikan dari kerja-kerja secara daring yg sudah dilakukan, baik soal adaptasi proses kerja, metode penciptaan, tantangan dan keseruan, juga kesadaran dan cara pandang baru.

Barangkali sudah banyak pengamat, peneliti, kritikus, dan kurator bicara dan menulis wacana ini, tapi kami merasa tidak kalah penting, menyimak kisah-kisah ini langsung dari teman-teman koreografer. Oleh karenanya, buku ini hadir sebagai dokumentasi yang dituliskan oleh 18 koreografer terpilih dari panggilan terbuka program Paradance Platform: Koreografer Menulis 2023. Barangkali, bertahun-tahun mendatang, ada kebutuhan untuk menilik kembali bagaimana situasi Covid-19 mempengaruhi perubahan cara kerja dan bahkan estetika karya teman-teman koreografer-setidaknya yang menulis dalam buku ini.


Penulis

Safrizal - Penulis lahir di Langsa Propinsi Aceh pada tanggal 29 Desember 1973, menyelesaikan pendidikan S-1 di STIE Nusa Bangsa Medan pada tahun 1998, dengan skripsi tentang “Analisis Perencanaan dan Pengawasan Proses Produksi Pada PT Lontar Papyrus Pulp & Paper Aceh Timur”. Kemudian menyelesaikan pendikan Magister Ilmu Manajemen pada Universitas Sumatra Utara (USU) di tahun 2014 dengan tesis “Pengaruh Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3) Dan Disiplin terhadap Produktivitas Tenaga Kerja pada PMKS Tj. Sementok PTPN I (Persero) Nusantara Langsa”. Penulis saat ini aktif sebagai Dosen tetap pada Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Samudra, Aceh, sejak tahun 2004. Penulis mengampu mata kuliah Akuntansi Manajemen sejak tahun 2010 di Prodi Manajemen, juga mengampu beberapa mata kuliah wajib pada program studi tersebut.

Editor

Eka Wahyuni - Eka Wahyuni adalah koreografer yang berbasis di Berau (Kalimantan Timur) dan Bantuk (D.I. Yogyakarta). Alumni Pengkajian dan Seni Pertunjukan dan Seni Rupa UGM. Aktif di skena tari kontemporer Indonesia.

Daftar Isi

Cover
Verso
Pengantar Program
Pengantar Editor
Daftar Isi
Pengantar Helly Minarti - Ketika Koreografer Menulis(kan) (PRaktik) Koreografinya
Pengantar Ikun Sri Kuncoro - Menandai Pengalaman Koreografer
Perjalanan Menemukan Diri
     Pergerakan Semesta Tari(ku) | Dalatina Pelogia
     Tubuh Baru; Tubuh Harap-Harap | Ishvara Devati S.
     Budi Bermain Bola | Megatruh Banyu Mili
     Tarekat Body | M. Syafrizal
     Caravan di Pulau Jawa | Ressa Rizky Mutiara
     Aku Bisa Apa? | Robby Somba
     Tari: Mimpi dan Jalan Beta | Theodora Melsasail
Dinamika Penjelajahan Media Daring
     Siapa Mengkoreografi Siapa? | Ela Mutiara
     Limen : Menuai Penyajian Baru dari Dua Estetika | Fitrya Ali Imran (Ira FAI)
     Human (processor) Computer | Leu Wijee
     Karya Tari Batir di Awal Pandemi | Panji Pramayana
     2020 - 2022 | Pebri Irawan
     Digitalisasi Gerak Tari Berbasis Animasi Sebagai Model Pengembangan Penciptaan Tari dalam Metaverse | Saian Badaruddin
     Tinta Hijau | Yussi Ambar Sari
Hadirnya Peluang Kolaborasi
     Stay in Love oleh Fundamental | Chrisnar Bagas Pamungkas
     Kogeomefi: Visualisasi Tari dengan Pendekatan Geometri | Ferry C. Nugroho
     Sikut Awak: Mengukur Langkahku Kemarin dan Hari Ini | Krisna Satya
     Batam, Problematika Berkesenian, dan "Meet My Dark Side" | Merry
Profil Penulis