Adi baru saja pulang dari kantor ketika mendapati rumahnya berantakan. Beberapa waktu lalu Adi meminta Inah, istrinya berhenti bekerja. Ia berharap Inah bisa fokus mengurus anak dan pekerjaan rumah. Yang terjadi justru rumah kian tak terurus. Inah juga tampak berubah.. Ogah-ogahan dan abai terhadap pekerjaan di rumah. Seolah tak ikhlas dengan keputusan melarang bekerja itu.
“Ma, sepertinya kurang fit ya?“ “Ah, Papa saja yang salah lihat. Mama sehat-sehat saja.” “Tapi tidak ceria dan banyak pekerjaan rumah terbengkalai gini?” “Iya, Mama tidak biasa di rumah terus. Sejak sebelum menikah sudah terbiasa sibuk” “Di rumah kan juga bisa sibuk dengan pekerjaan rumah tangga?” “Pekerjaan di rumah memang banyak dan tak ada habisnya. Tapi selama bekerja kemarin, Mama juga bisa selesaikan semua urusan di rumah dengan membagi waktu yang ketat. lebih enak rasanya. Sekarang Mama lebih suka menunda dan santaisantai saja.” Hampir saja pembicaraan itu berujung kepada pertengkaran.
Inah segera menghentikan argumennya. Ia menangis terbawa emosi perasaannya. Usai kejadian itu, Adi baru menyadari satu hal. Tak mudah melarang seorang istri bekerja. Sebaliknya, memberi izin istri bekerja juga tak sederhana. Seorang suami harus siap dengan berbagai konsekuensinya. Bila Istri Izin Bekerja Seorang istri bisa bekerja di luar rumah itu sangat tergantung atas izin suami.
Hal ini terkait dengan kewajiban istri mengurus dan melayani suami serta anak-anaknya di rumah, maka izin suami adalah wajib. Tentunya, suami tak hanya sebatas memberi lisensi bekerja di luar rumah. Di balik itu, ada konskuensi yang mengiringinya. Pertama, dukungan sepenuh hati.. Hendaknya memberi izin bekerja disertai dengan menfasilitasi istri agar merasa nyaman dalam menjalankan pekerjaannya. Tidak setengahsetengah atau sekadarnya saja. Itu membuat istri ragu-ragu
