Dari Abdurrahman bin Abu Bakrah, dari bapaknya, bahwa seorang laki- laki berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang terbaik?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya dan baik amalnya.” Dia bertanya lagi, “Lalu siapakah orang yang terburuk?” Beliau menjawab, “Orang yang ber umur panjang dan buruk amalnya.” (Riwayat Ahmad dan at- Tirmidzi).
Hidup di dunia ada batasnya. Tak ada manusia yang sanggup menghindar dari jemputan malaikat maut. Namrudz, Fir’aun, dan sederet manusia yang merasa kuat pun tak berdaya melawan kematian. Itulah hakikat manusia. Secara fisik tampak begitu gagah dan sangat sempurna, tapi di waktu yang sama juga diselimuti banyak kelemahan.
Kelemahan itulah yang mestinya selalu disadari, sehingga rasa butuh kepada Allah selalu menggelora. Sayangnya sebagian manusia lupa jika ia ma kh luk yang lemah. Ia merasa sempurna dan akhirnya angkuh dan sombong. Bukan saja sombong kepada sesama, tapi juga kepada Allah .
Sifat sombong inilah yang akan menggerus keberkahan umur. Tak ada dorongan untuk mendekati Allah melalui amal shalih. Perasaan merasa cu kup membuat lalai dan tidak tertarik untuk mengenali Rabb. Akibatnya, aturan Allah diabaikan, bahkan ada yang lancang mencaci dan menghina.
Nikmat Usia. Allah memberikan usia kepada manusia tidaklah sama. Ada yang panjang, juga ada yang sangat singkat. Baik-buruknya manusia tidak diukur dari panjang pendeknya usia. Yang menjadi ukuran adalah kemampuan memanfaatkan usia dalam kebaikan.
Hadits di atas menjelaskan salah satu sarana menjadi hamba yang terbaik. Yaitu dengan memanfaatkan usia dalam ketaatan kepada Allah . Semakin maksimal dalam ketaatan, maka semakin terbuka jalan menjadi hamba yang terbaik.
