Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

DI tengah kondisi rakyat yang serba terbatas dan banyak kesulitan, penyelenggara negara sepatutnya menunjukkan empati yang tinggi. Langkah DPRD Kota Bandung membatalkan pembelian telepon seluler untuk anggotanya sudah tepat.

Bahwa pembatalan itu terjadi setelah muncul reaksi dari publik, itu lain soal. Sebab, ada juga pejabat atau petinggi negeri yang tetap keukeuh mempertahankan program, terutama yang memberi manfaat bagi pihaknya, meski dapat serbuan kritik publik.

Kita tahu, saat ini penduduk negeri sedang tidak baik-baik saja. Beragam kesulitan mereka hadapi. Mulai dari terus meningkatnya kenaikan harga kebutuhan hingga kesulitan mendapatkan bahan pokok yang langka.

Saat ini, umpamanya, pengrajin tahu banyak yang mogok karena pemerintah gagal melakukan stabilisasi harga kedelai. Ini pukulan selanjutnya dari kelangkaan dan melonjaknya harga minyak goreng.

Di tengah situasi seperti itu, tidaklah pada tempatnya jika Pemerintah Kota Bandung harus menggelontorkan uang hingga Rp1 miliar hanya untuk membelikan ponsel wakil rakyat. Bayangkan, jika duit sebanyak itu dibelikan minyak goreng, sudah dapat 77.500 liter yang akan bermanfaat bagi masyarakat.

Tentu, kita memahami, para wakil rakyat memiliki kebutuhan untuk alat komunikasinya. Kita pahami juga, ponsel jadi alat yang penting bagi komunikasi tersebut. Tapi, membeli ponsel wakil rakyat dengan kesulitan rakyat saat ini adalah dua hal yang kontradiktif. Sebaik-baiknya wakil rakyat pakai saja alat komunikasi yang lama. Kalau rusak atau ada gangguan, bisa dibawa ke bengkel. Sangat sederhana.

Dalam kondisi saat ini, empati dari wakil rakyat, juga pejabat-pejabat, adalah hal yang dibutuhkan rakyat. Hanya dengan empati itu rakyat merasa wakil rakyat dan para pejabat bersama mereka.

Karena itu, peristiwa yang terjadi di DPRD Kota Bandung itu, semestinya bisa menjadi pelajaran penting bagi pejabat publik. Janganlah memperlihatkan kemudahan-kemudahan di tengah kesulitan masyarakat.

Menjadikan pejabat publik itu sebagai contoh bagi masyarakat, adalah hal yang sangat dibutuhkan saat ini. Itu yang sekarang kita rasakan sangat kurang di negeri ini. Di satu sisi kita ingin masyarakat mematuhi prokes, misalnya, terang-benderang ada pejabat publik memicu kerumunan. Itu contoh yang buruk dan konyol.

Contoh buruk itu juga bisa terjadi jika DPRD Kota Bandung keukeuh menggunakan anggaran Rp1 miliar untuk membeli ponsel pintar itu. Betapapun sedikit terlambat, pembatalan itu kita pandang sebagai langkah yang tepat, menjadikan wakil rakyat sedikitnya merasa sepenanggungan dengan yang mereka wakili. (*)

Februari 2022