Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

INDONESIA Mengalami tumpukan rasa khawatir di awal-awal memasuki tahun Macan Air. Ya, memasuki tahun 2022 ada setumpuk beban berat yang harus mampu dituntaskan segera. Lonjakan kasus Omicron menjadi salah satunya, di antara persoalan lain yang dirasakan masyarakat khususnya kalangan ibu rumah tangga.

Persoalan itu tak lain dan tak bukan adalah lonjakan harga minyak goreng yang kemudian membawa petaka lain dengan fenomena kelangkaan. Itupun belum persoalan susulan yang dipicu kenaikan harga kedelai hingga berujung sempat mandeknya produksi tahu tempe.

Sungguh sebuah ironi memang, negeri yang kaya raya dengan sawit, negara yang bahkan rela mengorbankan kelebatan hutannya hanya demi menanam sawit harus mengalami nasib pahit. Rakyatnya harus menjerit karena harga minyak goreng selangit.

Dan rakyat patut kecewa, jika pagi-pagi buta harus berlomba untuk sekadar mendapatkan minyak goreng sesuai harga. Tak sedikit dari mereka bahkan harus lela pulang dengan tangan hampa, meski sudah antre berjam-jam lamanya.

Sesekali kita memang kerap dibuat bahagia, saat menyaksikan para pejabat berpose di sela pantauan ketersediaan dengan mengucapkan stok minyak goreng aman. Kendatipun di kenyataan di lapangan tak seindah ucapan karena minyak goreng tetap sulit didapatkan.

Mungkin hasil pantauan yang menyebut minyak goreng aman memang benar adanya. Karena bisa saja, raibnya minyak goreng di pasaran tak lain karena ulah para penimbun yang tak ubahnya seperti garong minyak goreng.

Sebut saja contoh kasus penggerebegan polisi pada Selasa, 22 Februari 2022, yang berhasil mengamankan 9.600 liter minyak goreng yang diduga ditimbun pasangan suami istri di Perumahan Bukit Serang Damai, Kecamatan Walantaka, Kota Serang.

Juga dugaan timbunan 1,1 juta liter minyak goreng di salah satu gudang milik Salim Grup di Sumatra Utara.

Di tengah hiruk pikuk itu, pemerintah daerah di berbagai daerah termasuk Bandung Raya sebenarnya juga tidak tinggal diam. Bukan hanya sekadar pengecekan, juga aksi-aksi operasi pasar murah turut digencarkan. Namun, upaya-upaya itu sepertinya belum berdampak maksimal terhadap kondisi minyak goreng.

Langkah lain yang patut diapresiasi tentu saja penindakan tegas bagi para garong minyak goreng. Aksi penimbunan di tengah kesusahan masyarakat jelas merupakan kejahatan besar. Sehingga, perlu kita dorong bersama bagaimana aparat kepolisian mampu menegakan hukuman setimpal jika kemudian menemukan penimbun-penimbun yang notabenenya jelas tidak punya hati nurani.

Hukuman pidana tentu saja menjadi sebuah keharusan bagi garong minyak goreng. Maka, saat ini disamping berharap polemik minyak goreng dapat segera menemui titik terang, dorong hukum pidana bagi penimbun juga perlu terus didorong.

Apalagi lembaga-lembaga negara mulai dari Kemendag hingga Kepolisian juga sudah menegaskan komitmennya dalam mengawal persoalan tersebut. Pidanakan penimbun minyak goreng.***

Februari 2022