Tampilkan di aplikasi

Eks-narapidana dalam drama pertempuran Surabaya

Majalah Intisari - Edisi 710
1 November 2021

Majalah Intisari - Edisi 710

Penjara Kalisosok seolah menjadi saksi bisu sejarah Kota Surabaya dari masa ke masa. Di sinilah, dari para kriminal hingga tokoh-tokoh bangsa pernah mendekam akibat balela. Ketika itu tak hanya tentara dan anggota laskar yang berjibaku menyabung nyawa, tetapi juga eks-narapidana yang pernah menghuninya.

Intisari
Ketika membincangkan para eks-tahanan sebuah Lembaga Pemasyarakatan, orang-orang akan berpikir dua kali untuk memberi mereka pekerjaan, mempercayakan sesuatu, atau sekadar bergaul dengan mereka. Stigma yang terbentuk sebagai mantan narapidana akan membuat seseorang cacat seumur hidup di mata orang lain. Kemalangan itu sebenarnya sudah dimulai saat seseorang ditetapkan menjadi narapidana.

Arswendo Atmowiloto, seorang penulis dan wartawan yang pernah dipenjara di masa Orde Baru, menuturkan hal ini lewat sebuah epilog dalam buku HakHak Narapidana. Ia menulis bahwa sudah sewajarnya para tahanan merasa dirinya tinggal ampas. “Seumpama buah mangga, sudah dicicipi, dicobai ketika di kepolisian, dikunyah habis oleh jaksa, diperas sarinya oleh hakim, dan akhirnya tinggal ampas doang,” kenang Arswendo.

Masihkah mereka ada gunanya saat usai menjalani masa hukuman? Di Surabaya, tahun 1945, “ampasampas” yang tak pernah tercatat namanya itu membuktikan bahwa mereka masih punya semangat dan daya untuk menyabung nyawa, membela negara yang baru saja merdeka.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI