Tampilkan di aplikasi

Buku MNC Publishing hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Labiru

Wajah Dalam Lukisan Api

1 Pembaca
Rp 79.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 237.000 13%
Rp 68.467 /orang
Rp 205.400

5 Pembaca
Rp 395.000 20%
Rp 63.200 /orang
Rp 316.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Bila kau menilai uang diatas nilai keamanan, keselamatan dan cinta kasih, yakinlah bahwa kau adalah manusia mengenaskan, yang turut membuat mahkota pagi baru merekah dari kuncup malam yang menyisakan dingin hingga ketulang, menjadi layu, dengan membiarkan sunyinya terhalau suara Suster Waminei yang melengking-lengking.
“Labiru! Bangun! Bangunnn! Molor saja kau, Pemalas!...” perempuan yang biasa dipanggil Inei itu terus berteriak, suaranya melengking-lengking ditingkahi bunyi berdecit-decit roda troli makanan yang didorongnya, suara-suara itu semakin mengiris pendengaran, dan menghalau keheningan lorong menuju ruang isolasi rumah sakit jiwa yang berdinding kelabu, dengan lantai keramik sewarna koral yang telah memudar. Troli dengan karat meraja itu terus didorongnya, roda liarnya, terseret-seret di lantai berpasir, meliuk-liuk serupa ular terluka, mengiringi langkah tergesa-gesa Suster Inei yang ber-dress putih dengan cap, topi perawat dengan warna senada.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Winendra Gunawan

Penerbit: MNC Publishing
ISBN: 9786024629274
Terbit: April 2023 , 344 Halaman










Ikhtisar

Bila kau menilai uang diatas nilai keamanan, keselamatan dan cinta kasih, yakinlah bahwa kau adalah manusia mengenaskan, yang turut membuat mahkota pagi baru merekah dari kuncup malam yang menyisakan dingin hingga ketulang, menjadi layu, dengan membiarkan sunyinya terhalau suara Suster Waminei yang melengking-lengking.
“Labiru! Bangun! Bangunnn! Molor saja kau, Pemalas!...” perempuan yang biasa dipanggil Inei itu terus berteriak, suaranya melengking-lengking ditingkahi bunyi berdecit-decit roda troli makanan yang didorongnya, suara-suara itu semakin mengiris pendengaran, dan menghalau keheningan lorong menuju ruang isolasi rumah sakit jiwa yang berdinding kelabu, dengan lantai keramik sewarna koral yang telah memudar. Troli dengan karat meraja itu terus didorongnya, roda liarnya, terseret-seret di lantai berpasir, meliuk-liuk serupa ular terluka, mengiringi langkah tergesa-gesa Suster Inei yang ber-dress putih dengan cap, topi perawat dengan warna senada.

Pendahuluan / Prolog

Suara Kematian
Bila kau menilai uang diatas nilai keamanan, keselamatan dan cinta kasih, yakinlah bahwa kau adalah manusia mengenaskan, yang turut membuat mahkota pagi baru merekah dari kuncup malam yang menyisakan dingin hingga ketulang, menjadi layu, dengan membiarkan sunyinya terhalau suara Suster Waminei yang melengking-lengking.

“Labiru! Bangun! Bangunnn! Molor saja kau, Pemalas!...” perempuan yang biasa dipanggil Inei itu terus berteriak, suaranya melengking-lengking ditingkahi bunyi berdecit-decit roda troli makanan yang didorongnya, suara-suara itu semakin mengiris pendengaran, dan menghalau keheningan lorong menuju ruang isolasi rumah sakit jiwa yang berdinding kelabu, dengan lantai keramik sewarna koral yang telah memudar. Troli dengan karat meraja itu terus didorongnya, roda liarnya, terseret-seret di lantai berpasir, meliuk-liuk serupa ular terluka, mengiringi langkah tergesa-gesa Suster Inei yang ber-dress putih dengan cap, topi perawat dengan warna senada.

Entah mengapa suster berbadan kurus, dan berwajah tirus itu, selalu berteriak-teriak memanggil nama Labiru, begitu kakinya melewati pintu gerbang berjeruji besi dan memasuki lorong, dengan sebuah pos sekuriti yang sejak beberapa bulan terakhir selalu kosong. Bibir tipis pucatnya terus membagikan suara bak sembilu di sepanjang jalan yang ia lewati, seolah ingin cepat menyayat dan segera menggantung luka hati Labiru pada bilahbilah kayu di kuda-kuda atap yang berwarna kehitaman, atau pada akar beringin tua yang menjalar, berjuntai-juntai, seolah ingin mencakar tanah basah di bawahnya.

Penulis

Winendra Gunawan - Winendra Gunawan, lahir di Sangasanga, kota minyak di Kabupaten Kutai Kartanegara pada 22 Desember 1973. Tahun 1989 merantau ke Balikpapan untuk melanjutkan sekolah, dan sejak 1993 menjadi penulis freelance di beberapa surat kabar. Sembari terus menulis dan melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Ekonomi Balikpapan, Winendra bekerja di Yayasan Gajah Mada, dan kemudian pindah bekerja di sebuah perusahaan penerbangan nasional, Bouraq Airlines. Krisis Moneter yang berkepanjangan dan ketatnya persaingan di dunia penerbangan membuat perusahaan dimana Winendra bekerja hampir berhenti beroperasi, Winendra lantas mengundurkan diri dari Bouraq Airlines, dan memulai karier di Oil and Gas Service Company, Dimas Utama yang beroperasi di Delta Mahakam. Tahun 2007 mulai bekerja untuk Total Indonesie hingga akhir 2017. Sejak tahun 2018 bekerja untuk Pertamina Hulu Mahakam hingga sekarang. Ditengah kesibukannya, dunia tulis menulis tetaplah menjadi yang tak terpisahkan dalam hidupnya, Winendra terus menghasil karya berupa cerpen, puisi yang dimuat di surat kabar, sebuah novel yang populer berjudul Sumur Minyak Airmata, salah satu novel yang diseminarkan dalam acara Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia yang di selenggarakan oleh FKIP Universitas Muhamadiyah Malang yang bekerjasama dengan HISKI Malang. Dan yang terbaru Winendra Gunawan menjadi salah satu pemenang dalam lomba essay yang diadakan Pertamina.

Daftar Isi

Cover Depan
Halaman Hak Cipta
Prakata
Daftar Isi
Suara Kematian
Petaka di Tambuana
Nilai Sebuah Kebebasan
Jiwa yang Merdeka
Lentera Ayah
Lelaki dari Masa Lalu
Bunga-Bunga Giethoorn
Dagboek
Nonny
Racun dalam Liontin
Nara yang Menduga
Sangasanga 1897
Iblis Belantara Sangasanga
Karma Untuk Bunaya
Perawan di Bukit Simpang
Tamu Tak Diundang
Teror
Anjing Juga Tahu yang Cantik
Pertemuan yang Tak Terduga
Lubang di kepala Ardi
Darah Merah di Selokan
Teman Baru
Dosa Turunan
Darah Perawan
Sumur Minyak Tua
di Lembah Tengkorak
Duka Labiru
Kembali ke Balik Jeruji
Seraut Wajah di Pompidou
Tuan dan Nyonya Khan
Wajah yang Tak Ternilai.
Belahan Hati Vany
Kehidupan Baru
Pulang
Memeluk Kenangan
Tentang Penulis