Tampilkan di aplikasi

Buku MQS Publishing hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Ikhtiar Meraih Ridha Allah

Komplikasi Pemahaman Tauhiid dalam Kehidupan

1 Pembaca
Rp 78.000 15%
Rp 66.300

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 198.900 13%
Rp 57.460 /orang
Rp 172.380

5 Pembaca
Rp 331.500 20%
Rp 53.040 /orang
Rp 265.200

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Melalui buku "Ikhtiar Meraih Ridha Allah: Kompilasi Pemahaman Tauhid dalam Kehidupan" ini, penulis (KH. Abdullah Gymnastiar/Aa Gym) mengajak kita untuk mengasah kepekaan dalam mengurai hikmah disetiap episode kehidupan yang dijalani. Episode saat kita senang, gembira, tertawa, sedih, menangis, khawatir, takut, dan sebagainya, hakikatnya adalah ujian dari Allah SWT. Ujian agar bisa kita bingkai menjadi suatu mozaik kehidupan yang penuh warna keindahan.

Melalui gaya tulisan yang renyah dan mengalir, Aa Gym seakan memandu kita untuk menemukan bahwa memelajari ilmu tauhid itu mudah. Mudah karena 'bahan pelajarannya' adalah peristiwa sehari-hari yang kita alami. Setiap episode kehidupan, ternyata menyimpan banyak hikmah kehidupan untuk kita semakin dekat dan mengenal Allah.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Abdullah Gymnastiar

Penerbit: MQS Publishing
ISBN: 9786020814001
Terbit: Agustus 2023 , 277 Halaman










Ikhtisar

Melalui buku "Ikhtiar Meraih Ridha Allah: Kompilasi Pemahaman Tauhid dalam Kehidupan" ini, penulis (KH. Abdullah Gymnastiar/Aa Gym) mengajak kita untuk mengasah kepekaan dalam mengurai hikmah disetiap episode kehidupan yang dijalani. Episode saat kita senang, gembira, tertawa, sedih, menangis, khawatir, takut, dan sebagainya, hakikatnya adalah ujian dari Allah SWT. Ujian agar bisa kita bingkai menjadi suatu mozaik kehidupan yang penuh warna keindahan.

Melalui gaya tulisan yang renyah dan mengalir, Aa Gym seakan memandu kita untuk menemukan bahwa memelajari ilmu tauhid itu mudah. Mudah karena 'bahan pelajarannya' adalah peristiwa sehari-hari yang kita alami. Setiap episode kehidupan, ternyata menyimpan banyak hikmah kehidupan untuk kita semakin dekat dan mengenal Allah.

Pendahuluan / Prolog

Pengantar Penerbit
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Swt. Semoga Allah Yang Maha Kaya mengaruniakan kepada kita kesungguhan untuk memberikan yang terbaik dalam setiap ibadah kita. Salawat dan salam semoga selalu terlimpahkan kepada Rasulullah Saw.

Menerima keputusan (taqdir) Allah pertanda ridhonya hati seorang hamba terhadap Allah, akan membuat Allah Ridho kepadanya. Yakin semua terbaik dari Allah, jika ikhtiar di jalan Allah akan jadi amal sholeh, hati tenang dan bahagia. Yakin yang Maha Mengetahui dan Maha Menentukan segalaNya hanya Allah.

Sangat penting memahami ilmu bagaimana hati bisa ridho dengan taqdir Allah, karena akan menentukan seseorang apakah menjadi mulia atau hina dan apakah akan menderita atau bahagia. Bisa atau tidaknya hati ridho bukan tidak mampu tapi tidak mau.

Mengejar Ridho Allah, dengan menerima taqdir adalah proses bagaimana dicintai-Nya, yang diawali dengan mencintai-Nya. Bisa mencintai Allah karena yakin pada-Nya, inilah motivasi untuk ta’at dan pasrah kepada-Nya, buah dari mengenal-Nya dan ujungnya Berakhlak Mulia. Jadi kemuliaan akhlak seseorang baik kepada Allah dan sesama makhluk berbanding lurus dengan kadar bagaimana mengenal dan meyakini Allah.

Jika Allah berkehendak membuat hamba-Nya mengenal dan yakin pada-Nya, maka Allah punya “strategi” terhadap hambaNya, di antaranya : pertama, akan diberi pemahaman terhadap ilmu agama, ditolong-Nya untuk bisa diamalkan dengan ikhlas dan sabar, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang Allah menghendakinya kebaikan akan dipahamkan masalah agamanya”(HR. Bukhori). Kedua, Allah akan membimbing hati hamba-Nya untuk mampu menemukan aib/dosa/ kekurangan dirinya, dan mampu bertaubat. Ketiga, diberi banyak ujian hidup (penderitaan, kesedihan, kepahitan), agar hati bergantung kepada Allah, lepas/putus asa kepada makhluk dan kembali kepada kebenaran: “dan Kami uji mereka dengan nikmat yang baik-baik dan yang buruk-buruk agar mereka kembali (kepada kebenaran)”. TQS Al-A’raf (7) : 169

Buku ini mengurai tauhiid dalam aplikatif, bagaimana mengelola hati, pikiran, perbuatan agar tetap disukai Allah dalam menghadapi berbagai kejadian yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Setiap saat “melibatkan”, karena hanya berharap Ridho Allah. (Allahu’alam) Alkisah, ada seorang dari Bani Israil menemui Nabi Musa as. dan bertanya, “Wahai Nabiyullah, adakah di dunia ini seseorang yang lebih berilmu darimu?” Tersentak, Nabi Musa as. kemudian menjawab, “Tidak.” Beliau yakin bahwa pada saat itu tidak ada seorang pun yang lebih berilmu darinya, khususnya dalam hal ini ilmu agama dan ketauhidan. Bagaimana tidak, beliau dianugerahi Taurat yang berisikan wahyu Allah Ta’ala. Hal ini sudah cukup untuk menegaskan kedudukannya sebagai seorang kekasih Allah.

Namun, apa yang diyakini oleh Nabi Musa as. ternyata keliru. Allah Ta’ala mewahyukan bahwa ada hamba lainnya yang lebih berilmu daripada Nabi Musa as. Dia adalah Khidir as. Nabi Musa as. kemudian diperintahkan untuk mencari dan berguru kepadanya.

Singkat cerita, Nabi Musa as. melakukan perjalanan untuk menemui sosok berilmu tersebut. Di suatu tempat pertemuan antara kedua laut, Nabi Musa as. berjumpa dengan Khidir as. Kedua kekasih Allah itu pun terlibat dalam percakapan yang kemudian diabadikan dalam al-Quran surah al-Kahfi [18] ayat 66-70.

Musa berkata kepada Khidir, “Bolehkah aku mengikutimu agar kau bisa mengajarkanku sebagian ilmu di antara ilmuilmu yang kau miliki?” (QS. al-Kahfi [18]:66).

Dia menjawab, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersama-samaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” (QS. al-Kahfi [18]:67-68).

Musa berkata, “Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.” (QS. al-Kahfi [18]:69).

Dia berkata, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (QS. al-Kahfi [18]:70).

Nabi Musa as. lalu mengikuti Khidir as. Kemudian terjadilah tiga peristiwa “ganjil” atau tidak lazim di mata Nabi Musa as. Peristiwa itu adalah tindakan Khidir as. menghancurkan perahu yang mereka tumpangi, membunuh bocah yang sedang bermain dengan teman sebayanya, dan meminta Nabi Musa as. memperbaiki tembok rumah yang rusak di suatu perkampungan yang penduduknya tidak ramah kepada mereka.

Menghadapi ketiga peristiwa tersebut, Nabi Musa as. tidak kuasa untuk tidak bertanya dan menentang tindakan yang dilakukan oleh Khidir as. Ini berarti, sesuai perjanjian di antara keduanya, perjalanan mereka pun berakhir. Nabi Musa as. akhirnya menyadari bahwa dia masih fakir dalam ilmu, terutama ilmu untuk mengurai hikmah kehidupan.

Sebagian dari kita pasti sudah mengetahui lanjutan dari kisah tersebut. Bahwa tindakan yang diperbuat oleh Khidir as. jauh dari niat menzalimi. Adapun yang terlihat dan dipahami oleh Nabi Musa as. seakan-akan Khidir berbuat zalim, semata-mata karena perbedaan sudut pandang dan ketidaktahuan beliau. Nabi yang mulia ini hanya melihat dari apa yang terserap oleh indranya. Dia tidak menggunakan sesuatu yang melampaui kemampuan indrawi untuk menyibak rahasia atau hikmah kehidupan di balik semua peristiwa tersebut.

Apa yang dipahami oleh Nabi Musa as. sesungguhnya dialami oleh sebagian besar manusia yang ada saat ini. Kita seringkali berkeluh kesah ketika mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan dalam kehidupan. Kita menganggapnya sebagai musibah atau bencana. Atau sebaliknya, kita berambisi dan gelisah untuk memiliki sesuatu yang kita anggap akan membawa kebahagiaan.

Padahal, kenyataannya tidak seperti itu. Allah Ta’ala berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal dia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal dia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. al-Baqarah, [2]:216). Ayat ini mengabarkan kepada kita bahwa manusia seringkali tidak sabar terhadap apa yang dialaminya dalam kehidupan. Kita seringkali keliru dalam memahami kehendak Allah Ta’ala. Kita lupa untuk mengingat bahwa tujuan dari semua yang kita lakukan semata-mata untuk meraih rida Ilahi. Kita berbuat apapun agar Allah rida. Titik. Cukup itu saja.

Melalui buku “Ikhtiar Meraih Ridha Allah: Kompilasi Pemahaman Tauhid dalam Kehidupan”, penulis (KH. Abdullah Gymnastiar/Aa Gym) mengajak kita untuk mengasah kepekaan dalam mengurai hikmah pada setiap episode kehidupan yang dijalani. Episode saat kita senang, gembira, tertawa, sedih, menangis, khawatir, takut, dan sebagainya, hakikatnya adalah ujian dari Allah Ta’ala. Ujian agar bisa kita bingkai menjadi suatu mozaik kehidupan yang penuh warna keindahan.

Melalui gaya tulisan yang renyah dan mengalir, Aa Gym seakan memandu kita untuk menemukan bahwa memelajari ilmu tauhid itu mudah. Mengapa mudah? Sebab, “bahan pelajarannya” adalah peristiwa seharihari yang kita alami. Setiap episode kehidupan, ternyata menyimpan banyak hikmah kehidupan yang dapat kita gali sehingga kita bisa semakin dekat dan mengenal Allah Azza wa Jalla.

Penerbit Bandung, Februari
2018

Penulis

Abdullah Gymnastiar - KH. Abdullah Gymnastiar

Yan Gymnastiar (lahir 29 Januari 1962) atau lebih dikenal sebagai Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym adalah seorang pendakwah, penyanyi, penulis buku, pengusaha dan pendiri Pondok Pesantren Daarut Tauhiid di Jalan Gegerkalong Girang, Bandung.[1] Aa Gym mulai berdakwah di TV Nasional dan naik daun di awal tahun 2000.[2]

Daftar Isi

Sampul
Pengantar Penerbit
Daftar Isi
Bab 1 Perjalanan Menuju Allah
     1. Hamba Pilihan Allah
     2. Harap dan Takut kepada Allah
     3. Rumus Kehidupan
     4. Perbaiki Diri karena Allah
     5. Ikhlas Mendoakan Sesama
     6. Ketika yang Paling Serius Tidak Diseriusi
     7. Doa dan Tingkatan Iman
     8. Sebetulnya, Kesulitan Itu Lebih Aman
     9. Merasa Banyak Dosa atau Banyak Amal?
     10. Antara Susah dan Senang
     11. Semakin Rindu Ingin Pulang
     12. Pemberian dan Penolakan
     13. Tiga Jenis Kepahitan Hidup
     14. Cara Mengingat Ayat Kursi
     15. Kesempatan yang Hanya Sekali
     16. Mari Popular di Kalangan Penghuni Langit
     17. Bagaikan Pohon yang Baik
Bagian 2 Yang Disukai Allah
     18. Terikatlah pada Apa yang Disukai Allah
     19. Upaya agar Dicintai Allah
     20. Fitrah Berbuat Baik
     21. Ikhlas Berbuat Baik
     22. Istiqamah pun Karomah
     23. Tawakal
     24. Keinginan yang Diilhamkan
     25. Mandiri Itu Mulia
     26. Kunci dalam Bertafakur
     27. Mari Masing-Masing, Kita Bertobat
     28. Empat Ciri Diterimanya Tobat
     29. Bersyukur ketika Dikritik
     30. Ringan Menerima Takdir
     31. Rahasia Berkomunikasi
     32. Anak Laki-laki ataukah Perempuan?
     33. Tugas Utama Suami
     34. Bekerjalah dengan Profesional
     35. Semangat dan Ikhlas dalam Bekerja
     36. Parkirlah di Tempat yang Disukai Allah
     37. Berniat dan Berdoalah sebelum Membeli Buku
Bagian 3 Yang Tidak Disukai Allah
     38. Takabur
     39. Ucapan “Seandainya” Ketika Musibah
     40. Saya Kan Bukan Nabi
     41. Jangan Diambil kecuali Telurnya
     42. Sibuk dan Ambisi dalam Berkarier
     43. Tak Perlu Permisi pada Batu atau Pohon
     44. Jangan Lebay dalam Hidup ini
     45. Hidup yang Resah dan Gelisah
     46. Mengapa Memusuhi Imam ketika Salat?
     47. Orang yang Gagal Hidupnya
     48. Ketika Terlanjur Berbuat Dosa
     49. Jangan Khawatirkan Pandangan Orang
     50. Ditolaknya Lamaran Kerja, Bukan Berarti Tidak Berbakti
     51. Cukup Mengaku dalam Hati
     52. Tidak Perlu Khawatirkan Globalisasi
     53. Jangan Musuhi Orang Kaya
     54. Miskin Bukanlah Kegagalan
     55. Jangan Menangisi Masalah atau Musibah
     56. Jangan Berpikir Keliru Lagi
     57. Bahagia Bukan dengan Asmara
     58. Hati-hati Bila Jatuh Hati
     59. Bersyukurlah yang Belum Bertemu Jodoh
     60. Awali Dakwah dengan Kasih Sayang