Tampilkan di aplikasi

Banjir bandang garut ulurkan tangan untuk kembalikan kehidupan

Tabloid NOVA - Edisi 1492
27 September 2016

Tabloid NOVA - Edisi 1492

Hujan deras di hulu sungai Cimanuk membawa petaka bagi warga Garut. Selasa (20/9), banjir bandang menerjang tujuh kecamatan pada saat warga tengah terlelap. Hingga Jumat (23/9) malam, 27 orang tewas akibat bencana tersebut, sementara tak kurang dari 23 warga dinyatakan hilang dan belum ditemukan hingga berita ini diturunkan.

NOVA
Wilayah yang mengalami kerusakan paling berat dan paling parah adalah Kecamatan Torogong Kidul, Desa Haur Panggung, Kampung Bojong Sudika RW 19 yang terletak di bibir Sungai Cimanuk. Di kawasan padat penduduk ini diketahui lebih dari 150 rumah porak poranda dan 22 jiwa melayang. Hampir di setiap sudut terlihat rumah yang porak poranda dan rata dengan tanah. Warga juga terlihat mulai berdatangan ke rumah mereka untuk mencari harta benda yang tersisa. Beberapa warga RW 13 masih beruntung mendapati rumah mereka masih tegak berdiri. Hanya genangan lumpur yang perlu segera dibersihkan.

Salah satu warga yang terlihat menangisi musibah ini adalah Popon (57), warga RW 19 RT 03 yang sudah menempati rumahnya selama 13 tahun. “Ketika pintu dibuka, air langsung masuk dan dalam waktu singkat mencapai 2 meter lebih. Saya diselamatkan tetangga,” katanya. Popon mengaku masih syok dan trauma atas musibah yang menimpanya. “Ya Allah, rumah sampai habis begini. Warung saya juga ambruk, enggak bisa diapa-apain. Enggak tahu nanti mau cari uangnya seperti apa,” katanya sambil menunjuk warung tempat mencari nafkah yang juga rata dengan tanah.

Perempuan asli Garut ini mengaku sebetulnya masih belum kuat melihat kondisi rumahnya, tetapi ia penasaran dan ingin tahu apa yang masih bisa diselamatkan. “Mau bersih-bersih enggak bisa, lihat dari sini saja sudah sedih. Biar anak-anak dan tim yang membantu membersihkan. Saya enggak sanggup,” isaknya. Lain halnya yang dilakukan kakak beradik, Helmi (14) dan Dena (10). Jumat (23/9) itu keduanya terlihat bingung memandang puing rumah mereka yang telah hancur. “Ini rumah saya. Dulu kamar saya di situ. Kamar Aa di sebelah sana, tapi jadi sama soalnya sudah enggak ada dindingnya,” kata Dena yang masih duduk di kelas 4 SD ini dan terpaksa tidur di terminal.
Tabloid NOVA di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI