Semula, melihat putrinya yang berusia 7 tahun itu seperti tak pernah “lowbatt”, Isna santai. Namanya juga anak-anak— kadang tak ada capeknya. Lompat sana, lari sini. Padahal baru semenit lalu Tiara sampai di rumah setelah seharian di sekolah. Tapi lain kisahnya begitu beberapa ibu yang biasa bersamanya menunggu di sekolah komen, “Jangan-jangan anak kamu hiperaktif, autis gitu deh!” Isna kontan resah.
Dia langsung berselancar di internet mencari, “apa sih menderita hiperaktif autis itu?” Yang terjadi, Isna mendadak tercekat. Meskipun tidak seperti penyandang autis, Isna mendapati bahwa kelakuan putrinya mirip dengan anak yang menderita ADHD (attention-deficit hyperactivity disorder). Yakni, gangguan pada fungsi dan perkembangan otak anak.
Lebih lekas ketimbang saat berselancar di dunia maya, Isna langsung memeriksakan sang putri kepada temannya yang psikolog. Hasilnya, Isna lega. Ternyata Tiara, tidak masuk dalam kategori ADHD. Meskipun masih dianggap wajar terjadi pada anak-anak, tidak ada salahnya kita sebagai orangtua mengenal ciri-ciri ADHD. Memang apa sih ADHD? Tidak Fokus dan Hiperaktif Ciri anak dengan ADHD memiliki masalah dengan kemampuan mengendalikan fokusnya pada satu hal. Misal, di saat belajar.
Gangguan akan terdeteksi dengan tegak saat anak memasuki usia sekolah atau saat berusia 7 atau 8 tahun. Di bawah usia tersebut diagnosa ini masih samar, karena mereka memang lekat dengan ciri aktif, banyak bergerak, eksplorasi lingkungan, dan rentang fokus yang singkat. Saat memasuki usia sekolah dasar, anak sudah mengemban tugas perkembangan yang lebih tinggi. Anak sudah dituntut agar bisa fokus lebih panjang dalam menerima pelajaran dan bisa bertanggung jawab terhadap barang pribadinya.
