Maling Teriak Maling
Fenomena maling teriak maling dari dulu hingga sekarang masih sering diggunakan oleh para penjahat-penjahat. Tak hanya penjahat kampungan namun penjahat politikpun sama halnya pencuri kelas kacangan.
Seorang pencuri sedang beraksi disebuah perkampungan mencuri sebuah rumah kosong lalu aktivitasnya keburu diendus warga. Kemudian ia dikejar oleh beberapa warga, yang lucunya ia justru ikut berlari mengejar dan suaranya lebih kencang dibanding warga yang mengejar sang pencuri. Itulah yang disebut maling teriak maling, dia pelakunya namun ia meneriaki orang lain seakan orang tersebut pelakunya. Liciknya orang ini sangat sulit untuk menggulungnya, karena ia sangat ahli dalam bersandiwara.
Tak sedikit aksi-aksi mereka tak terdeteksi oleh para penegak keadilan. Fenomena tersebut sekarang banyak terjadi dikalangan pejabat politik. Seperti sebuah partai politik yang menyerukan agar menjauhkan diri dari tindak Korupsi Kolusi dan Nepotisme namun apa yang terjadi justru anggota partai bahkan dari pengurus partai tersebut adalah pelakudari tindak korupsi.
Ada juga sebuah partai politik yang telah besar di negara ini, sebelum berkuasa berteriak ikut merasakan perihnya penderitaan rakyatnya, akibat kejahatan korupsi. Namun ketika ia berkuasa justru ia menjadi salah satu aktor pemrakarsa korupsi.
Maling ayam disebuah perkampungan ditangkap, lalu dihajar massa dan tanggung-tanggung disiksa hingga mati. Dia hanya mencuri untuk mencari sesuap nasi, untuk membeli susu anaknya, untuk menghidupi istri dan anak-anaknya. Hal tersebut ia lakukan karena terpaksa, bukan berarti kita menyetujui akan tindakan kriminal. Namun terkadang hukum kita kaku, untuk bandit kolong siksaannya bisa bertahun-tahun namun bagi para koruptur kelas kakap. Jangankan iberikan efek jera, bahkan sang koruptur diberi fasilitas yang memadai mulai dari kamar pribadi beserta isi.
Sebuah calon pemimpin yang dituduh menggunakan politik identitas, digoreng dan difreming berbulan-bulan. Namun seiring waktu yang berteriak paling kencang justru ikut menggunakan politik identitas yang sesungguhnya. Miris sunggh miris dengan keadaan seperti ini, kata mutiara tajam kebawah tumpul ke atas adalah kata-kata yang sangat bermakna dan sedang dimainkan dinegeri ini. Yang Mana mereka berkuasa dan memiliki banyak harta, maka hukum akan mudah untuk dibeli dan diatur sesuai keinginan.
Tak ada rasa takut dalam melaksanakan aksi kejahatn, karena mereka telah di back-up oleh para petinggi, cukong, penguasa dan lainnya.
Ada juga istilah maling teriak maling terjadi di kalangan masyarakat, yang mana mereka berteriak sebuah kaum merupakan kelompok teroris akan tetapi kenyataannya mereka dengan kejam melakukan tindak kekerasan seperti halnya yang dilakukan teroris. Mengintimidasi kaum minoritas, menyiksa warga yang bukan penduduk aslinya dan masih banyak lagi.
Sepertinya para kaum Zionis yang berteriak lantang menyatakan bahwa Palestine merupakan maling namun pada kenyataannya merekalah maling sejati yang telah merampas hak-hak dari penduduk negara Palestine. Mereka telah membantai dengan keji para anak-anak dan wanita rakyat palestine.
Maling teriak maling seperti ini memang harus ditindak tegas, dari segala lini oknum pelaku maling teriak maling ini berkeliaran. Keberpihakan kepada pihak asing yang sebelumnya meneriaki asing itu maling. Dan akhirnya masyarakat bisa menilai sendiri, tingkah laku yang berlenggang diatas sana.
Baru-baru ini sang pemberantasan kejahatan, institusi yang bertujuan memberantas tindak kejahatan korupsi dinegara ini. Dijadikan tersangka atas kasus pemerasan atau penerimaan gratifikasi terhadap seorang pejabat negeri yang diduga melakukan tindak korupsi.
Hal ini sangat mencoreng nama baik institusi menjadikan sejarah besar dalam dunia hukum, yang mana penegak keadilan justru ia menjadi aktor utama dalam hal kejatan. Bagaikan film India, seorang inspektur yang bertugas memberantas bandit di kotanya namun justru dialah kepala bandit yang sesungguhnya.
Dalam hal ini apakah masih pantas kita untuk tetap mempercayai lembaga seperti ini. Sebegitu parahnya negeri ini??? dan akhirnya muncul praduga-praduga megatif, jangan-jangan, jangan-jangan....