Membahas dapur, saya ingat pengalaman waktu kecil.
Saat ibu saya sedang berkutat memasak, saya sering merasa terabaikan. Lalu saya pun mondar-mandir menghampiri ibu di dapur, sekadar untuk melihat ia sedang masak apa atau melihat masakannya sudah matang atau belum. Biasanya ibu saya akan berkata, “Udah, jangan ke sini, kotor. Enggak pake sandal, lagi!” Mengapa ibu saya berkata seperti itu, karena saat itu, bila ibu sedang memasak, lantai dapur memang cenderung kotor dan lengket. Kadang-kadang ada tumpahan air, minyak, atau remahan bumbu di lantai. Begitu pun meja dan peralatan masak lainnya.
Sekarang? Larangan itu menjadi tidak pas lagi. Bukan sekadar anak tidak dilarang ke dapur, malah percakapan hangat antara ibu dan anak bisa terjadi di dapur. Kumpul-kumpul bersama teman, bisa dilakukan di dapur.
Dengan demikian, tidak berlebihan bila dapur menjadi ruang yang harus senantiasa bersih. Lantainya tidak boleh lengket dan berminyak. Tidak boleh ada piring kotor didiamkan di sana sampai lama. Yang lebih penting lagi, dapur juga harus indah— memiliki desain dengan ciri tertentu, pemilihan materialnya pun dilakukan dengan matang.
Demam media sosial semakin mendorong orang ingin membuat dapur yang indah, trendi, dan menunjukkan “inilah style saya”. Dapur, lagi-lagi menjadi ruang penting yang sering diposting. Bukan hal buruk. Karena dorongan untuk eksis di media sosial membuat orang berupaya tidak lagi membuat dapur seadanya. Selain keindahan, kesehatan, kebersihan, kenyamanan juga menjadi hal penting.