Tanaman cengkeh merupakah salah satu komoditas unggulan Indonesia. Masyarakat Indonesia banyak membudidayakan cengkeh dalam perkebunan rakyat. Petani melakukan perbanyakan tanaman cengkeh dengan cara generatif (biji). Cara ini digunakan sebab relatif lebih mudah. Di sisi lain perbanyakan tanaman dengan biji memiliki kelemahan seperti tanaman cengkeh yang produksinya berlainan produksi bunganya. Hal ini dimungkinkan walaupun satu pohon induk.
Adapun perbanyakan lainnya melalui setek masih terdapat kelemahan seperti pertumbuhan lambat dan perakaran yang tidak kuat sehingga mudah roboh ketika diterpa angin kencang.
Selain cara perbanyakan tanaman cengkeh dengan cara generatif (biji) maupun setek dapat menggunakan perbanyakan lainnya dengan cara grafting melalui sambung susuan. Adapun kelemahan sambung susuan adalah: (1) tingkat kesulitan yang tinggi; dan (2) dapat merusak pohon induk. Walaupun cara perbanyakan sambung susuan memiliki tingkat kesulitan yang cukup namun memiliki tingkat keberhasilan cukup tinggi dengan menggunakan batang atas benih dan batang bawah.
Cara lainnya perbanyakan secara vegetatif. Hal ini dilakukan dengan cara sambung pucuk meng gunakan batang bawah. Keunggulannya menghasilkan benih unggul Cengkeh dengan perakaran yang baik sehingga men dukung keberhasilan. Tingkat keberhasilan disebabkan pada batang bawah masih terdapat daun sebagai cadangan makanan sehingga batang bawah dapat tumbuh.
Stadia batang bawah merupakan hal penting yang perlu diperhatikan sebab sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan sambungan. Batang bawah yang lebih muda menyebabkan proses penyatuan dengan batang atas menjadi lebih cepat. (Ruhnayat, 2015) mengemukakan bahwa cara atau metode menyambung pucuk terbagi menjadi dua, yaitu: (1) sambung pucuk batang bawah umur 1-3 bulan, dan (2) sambung pucuk batang bawah usia 4-5 bulan. Perbedaan antara kedua sambung pucuk adalah sebagai berikut: a) Sambung pucuk dengan ba tang bawah umur 1-3 bulan (epycotyl grafting)
