Banyak contoh di lapangan, bahwa petani padi bisa menambah penghasilan dengan menanam palawija setelah menanam padi. Pergiliran tanaman atau pola tanaman bisa menjadi kebutuhan bagi petani dan pertanian Indonesia. Selain alasan untuk meningkatkan pendapatan petani padi, pengaturan pola tanam juga positif untuk kesehatan tanaman, tanah dan lingkungan. Sehingga budidaya pertanian bisa dilaksanakan secara berkelanjutan dengan produksi tetap maksimal dan lahan serta lingkungan tetap terjaga.
Terkadang pola tanam malah suatu keharusan buat petani dan pertanian Indonesia. Misalnya di daerah tersebut airnya sangat sangat terbatas, tidak cukup untuk menanam padi, tapi bisa sukses untuk menanam palawija, seperti kedelai, jagung, kacang panjang, kacang tanah, sorgum, ubi rambat dan lainnya.
Di Pantau Utara Jawa, terutama yang masih mengandalkan air hujan, atau air irigasinya tidak mencukupi, pola tanam Padi-Palawija atau Padi-Padi-Palawija pernah menjadi budaya petani di sana. Budaya ini semakin surut, mungkin karena usia petani yang semakin menua sehingga tenaganya tidak sekuat dulu. Sedangkan untuk mendapatkan buruh tani tidak mudah dan memerlukan biaya.
Masih ada beberapa petani dan wilayah yang budaya pola tanam Padi-Palawija masih berjalan. Di antaranya adalah tanaman sorgum yang dikenal dengan nama latin Sorghum bicolor (L.) Moench. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Desa Raji Kabupaten Demak sudah turun temurun. Secara total, luas budidaya sorgum se Kabupaten Demak sebesar 80 hektar dan benih sorgum yang ditanam yakni varietas lokal dengan umur panen hingga 3 bulan.
Sorgum rata- rata ditanam pada musim tanam III atau musim kering. Produksinya bisa 8 hinga 9 ton per hektar. Harga Sorgum Rp 5.000 per kilogram. Jika produksi 8 ton saja, maka hasil panen petani sebesar Rp 40 juta per hektar. Dengan biaya produksi Rp 7 juta per hektar maka pendapatan petani Rp 33 juta per musim (3 bulan, red). Artinya pendapatan petani per bulan sebesar Rp 11 juta.
Dari hasil perhitungan usahatani tanaman Sorgum tersebut sangat terlihat bahwa pengaturan pola tanam, bukan saja diperlukan untuk menjaga kesuburan lahan dan kelestarian lingkungan, lebih dari itu adalah bisa meningkatkan pendapatan petani padi.
Data Kementerian Pertanian pada tahun 1970, sorgum banyak dibudidayakan di Indonesia. Tercatat ada sekitar 15 ribu hektar lahan sorgum yang tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Hampir seluruh bagian tanaman sorgum, seperti biji, tangkai biji, daun, batang dan akar, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Mulai menjadi makanan seperti sirup, gula, , kerajinan tangan, pati, biomas, bioetanol dan tepung penganti terigu dan lainnya.
Daerah penghasil sorgum dengan pola pengusahaan tradisional terdapat di daerah Demak, Grobogan, Pati, Wonogiri, Gunung Kidul, Kulon Progo, Lamongan, Bojonegoro, Tuban dan Probolinggo. Yang juga menarik dari sorgum adalah tidak ada kandungan gluten. Sorgum kaya kandungan niasin, thiamin, vitamin B6, juga zat besi, dan mangan ini patut dikembangkan sebagai pangan alternatif yang menyehatkan. Ayo Konsumsi pangan lokal, cintai produksi dalam negeri.