Produk Lokal Kian Tergencet Nama Infinix sedang naik daun. Terutama setelah merilis Infinix Hot S dengan harga sekitar Rp1,7 jutaan. Seri ini menawarkan kamera 13 MP dan 8 MP yang membuat persaingan semakin memanas untuk produkproduk kelas menengah. Produk di kelompok ini beberapa bulan silam dijual seharga Rp2,5 – Rp3 jutaan. Tetapi tampaknya angka di atas akan semakin turun, karena mulai menunjukkan akan ditekan terus ke bawah. Di sisi lain gaung brand ponsel Tiongkok sudah semakin kencang.
Lenovo misalnya yang sangat agresif. Meskipun lebih banyak bermain di kelas Rp2 jutaan, namun mereka sudah menyiapkan untuk “menusuk” ke kalangan entry level. Speknya memang tidak canggih, bahkan bukan golongan smartphone 4G. Kemungkinan besar akan meramaikan ponsel di bawah Rp1 jutaan. Di rentang Rp1 – 2 jutaan mereka punya Vibe C. Dengan kata lain, Lenovo akan ambisius menguasai pasar di bawah Rp1 juta hingga Rp2 jutaan.
Infinix memang tak punya banyak seri seperti Lenovo. Tetapi brand ini lebih berani menantang dengan harga miring. Meski dijual melalui online shop, yang artinya tidak terlalu massal, tetapi cara ini akan membuat siapapun harus merevisi angka banderol. Tekanan lain juga ditunjukkan oleh Lava Mobile. Baru masuk ke Indonesia tetapi sekarang di pasar sudah memiliki sedikitnya sembilan seri. Rentang harganya mulai Rp800 ribu sampai Rp3 jutaan.
Kisah sukses Lava Mobile di India barangkali akan diadopsikan di Indonesia. Berangkat dari kantor kecil di Mangga Dua, Lava Mobile belakangan lebih sering melakukan pencermatan pasar. Nama Asus yang sangat diperhitungkan. Di bursa ponsel nasional, ketersediaan produk Asus melimpah. Seriseri Zenfone 4 saja masih disukai. Sebentar lagi generasi baru Zenfone 3 bakal masuk. Taksiran harga di angka Rp3,2 – Rp3,3 jutaan.
Situasi ini akan membuat brand lokal kelabakan. Mereka yang menguasai pasar di kota kelas kedua atau ketiga di Indonesia sudah tinggal cerita lama. Sekarang, Lenovo dan Asus tahu benar kondisi dan kemampuan konsumen di sana. Bahkan ketika Smartfren semakin agresif melebarkan jaringannya ke berbagai daerah, membuat banyak produknya pindah tangan ke konsumen. Sekarang saja sudah tinggal dua nama yang menguasai, Evercoss dan Advan. Mito Mobile tak ketahuan kabarnya. Jumlah serinya pun tidak lagi sebanyak dulu.
Polytron terengah-engah karena kurang mendapat respon. Langkah Evercoss membuat diverensiasi produk, membuat rekor dan memilih bermain di rentang harga Rp2 jutaan tentu tidak mudah. Di pasar ini tidak cukup hanya bermain-main harga, soal preverensi brand juga sangat penting. Artinya, produk lokal musti menyiapkan cost yang lebih untuk mengibarkan namanya kembali. Ingat kesuksesan Smartfren sekarang dengan produk Andromaxnya, salah satunya adalah berkat gencar melakukan branding di tahun 2014. Sekarang mereka menuai buah