Suatu ketika ada seseorang yang datang kepada Nabi Saw seraya bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya?” Lalu, beliau menjawab, “Bersedekah selama kamu masih sehat, bakhil (suka harta), takut miskin, dan masih berkeinginan untuk kaya. Dan janganlah kamu menunda-nunda, sehingga apabila nyawa sudah sampai di tenggorokan maka kamu baru berkata, “Untuk Fulan sekian dan untuk Fulan sekian’, padahal harta itu sudah menjadi hak si Fulan (ahli warisnya).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pelajaran berharga yang dapat dipetik dari hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah tersebut adalah anjuran kepada kita untuk menyegerakan amal saleh, atau tidak menundanya. Selagi mampu, alangkah baiknya jika amalan baik itu disegerakan karena tak ada yang menjamin usia kita sampai pada esok hari bahkan beberapa detik yang akan datang. Untuk beramal baik, misalnya bersedekah, tidak harus menunggu kaya atau memiliki harta yang berlimpah.
Mengapa? Karena setiap orang memiliki takdir yang berbeda dan jatah waktu hidup yang berbeda pula. Ada yang hartanya pas-pasan tapi usianya panjang, ada yang harta melimpah tapi usianya terbatas, ada yang hartanya pas-pasan tapi usianya juga terbatas, bahkan ada juga harta yang melimpah dan umurnya juga panjang.
Masalahnya, kita tidak akan pernah tahu takdir kita ke depan seperti apa dan sampai usia berapa kita hidup di dunia ini. Karenanya, selagi ada waktu, selagi sehat, selagi mampu, maka berbuat baiklah. Berbuat baik tak akan pernah merugikan karena setiap amal perbuatan akan kembali kepada pelakunya. Berbuat baik akan kembali kepada pelakunya. Sebaliknya, perbuatan buruk juga akan kembali kepada pelakunya.
Majalah Wakaf Daarut Tauhid di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.