Tampilkan di aplikasi

Membuka celah pasar si bongkok

Majalah Agrina - Edisi 295
16 Januari 2019

Majalah Agrina - Edisi 295

Menjaga kebersihan tambak salah satu cara mencegah kehadiran penyakit udang.

Agrina
Rabobank meramal produksi udang dunia semakin menguat dua tahun ke depan. Tahun lalu suplai si bongkok bangkit lagi selepas serangan Early Mortality Syndrome (EMS). India, Ekuador, dan Vietnam bakal mengambil posisi penting dalam suplai. Harga udang pun ditaksir membaik dan mencapai puncak pada perayaan Imlek. Bagaimana peran Indonesia sebagai produsen utama kelima udang global?

Suplai Dunia

John Sackton, peneliti dan analis pasar seafood dari The National Fisheries Institute (NFI) memaparkan, suplai udang dunia mayoritas dari udang budidaya. Hanya 23% berupa udang tangkapan, termasuk udang cold water (perairan dingin) atau Pandalus borealis. Mengacu Organisasi Pangan Dunia (FAO), perdagangan udang 2016 terdiri dari udang budidaya 77,3% atau mendekati 4,5 juta ton, tangkapan 17,4% atau 1 jutaan ton, dan cold water 5,3% atau 0,3 jutaan ton.

Produsen utama udang budidaya ialah China 32%, Indonesia dan Vietnam 16%, India 13%, Ekuador 11%, Thailand 9%, serta Meksiko 3%. Argentina, lanjut Cofounder NFI itu, penghasil udang tangkapan terbesar dengan volume nyaris 250 ribu ton pada 2017 lalu turun ke 200 ribuan ton saat 2018. Produksi terbanyak pada Juli sampai September. Produsen udang tangkapan lainnya adalah Guyana, Pakistan, Filipina, Guatemala, Panama, Australia, Honduras, Meksiko, Nikaragua, Venezuela, Bolivaria, Madagaskar, dan negara lain, termasuk China juga Indonesia.

Produksi udang Meksiko cenderung stabil. Volume udang tangkapan stabil di kisaran 85 ribu ton pada 2016-2017. Angka ini lebih kecil daripada udang budidaya yang berkisar 140 ribu ton di 2016 dan sedikit lebih tinggi sepanjang 2017.
Majalah Agrina di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI