Tampilkan di aplikasi

Dimana aku harus berdiri? antara butir impian dan potongan tanggung jawab

Buletin Aspirasi Buletin - Edisi 95
6 Maret 2024

Buletin Aspirasi Buletin - Edisi 95

Bimbang

Aspirasi Buletin
Kebahagiaanku bukan berleha-leha di kafetaria dengan kaki ungkang-ungkang. Kebahagiaanku bukan punya gawai canggih, atau bukan pula menumpuk koleksi giwang.

Meskipun mungkin saja aku mampu, aku bisa melakukan dan mendapatkan itu semua jika aku mau dicap “membangkang”. Kebahagiaanku hanyalah melihat senyum mereka di akhir petang. Kebahagiaanku adalah ketika tidak mendengar bunyi listrik yang mengundang tetangga berbisik.

Bapakku kalah. Ia memilih berbalik badan dari segala urusan rumah. Rupanya, kerja menutupi segala kebutuhan rumah membuat dirinya merasa lelah. Tapi kenapa baru sekarang, Pak? Aku baru mau daftar kuliah dan adik masih butuh biaya sekolah.

“Pakai saja ijazah SMA-mu itu,” ucapnya, seolah tanggung jawabnya sebagai seorang ayah hanya sampai ketika putri sulungnya lulus sekolah.

Dia tak ingin aku kuliah. “Gantianlah, biayakan adikmu. Bapak sudah tua,” keluhnya sambil berbalik arah.

Penentangan itu dilanjutkan oleh ibu yang muncul di balik pintu. “Nanti kalau kamu kuliah dan berhenti kerja, kita mau makan apa?” tanyanya.

Aku tersenyum getir, berbalik arah dan masuk ke dalam kamar. Tangisku pecah. Selimut halus itu kugigit untuk meredam suara.

Seharusnya aku ini masih menjadi tanggung jawab mereka ‘kan? Tanyaku entah pada siapa.

Memori semasa kecil terus berulang di kepala.

“Kalau udah gede, Intan mau jadi apa?” tanya ibu saat itu.

“Aku mau bahagiain Bapak dan Ibu,” ujarku sepuluh tahun yang lalu.
Buletin Aspirasi Buletin di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Edisi lainnya    Baca Gratis
DARI EDISI INI