Fenomena alam yang cukup langka, Gerhana Matahari Total (GMT) telah dapat disaksikan di beberapa wilayah di Indonesia, pada 9 Maret 2016. Gerhana Matahari Total pernah berlangsung di Jawa Timur pada tahun 1983, dan terakhir kali teramati dari Indonesia pada tanggal 24 Oktober 1995 (21 tahun yang lalu) melewati Kepulauan Sangir Talaud. Menurut data yang diterima dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), tahun ini, tepatnya pada 9 Maret silam, Gerhana Matahari Total dapat diamati secara jelas di 10 wilayah.
Menurut prakiraan cuaca, di ke-10 wilayah tersebut diperkirakan cerah, sehingga dapat dijadikan tempat yang cukup jelas untuk mengamati GMT. Wilayah tersebut, antara lain adalah Palembang, Bangka & Belitung, Sampit, Palangkaraya, Balikpapan, Palu, Poso, Luwuk, Ternate, dan Halmahera. Fotografer CHIP Foto Video, Sri Sadono berhasil mengabadikan GMT di kawasan Belitung. Sementara itu, fotografer kawakan yang juga pendiri Komunitas Lubang Jarum Indonesia (KLJI), Ray Bachtiar Dradjat mengabadikan GMT di Kota Palembang. Namun, ada kisah menarik dari Kang Ray saat merekam jejak GMT di Palembang. Berikut ulasan Ray Bachriar Dradjat dari Kota Palembang, antara euphoria dan kekecewaan masyarakat, karena GMT tertutup awan.
Sejenak cahayanya terhalang kaki-kaki jembatan Ampera. Lalu kembali menyala dengan perkasa saat waktu merayap tepat pukul 07.20 WIB, di mana diramalkan bahwa pada saat itulah, di wilayah kota Palembang Gerhana Matahari Total akan berlangsung sekitar dua menit. Matahari mencorong langit pun bersih. Hanya ada sedikit kepulan asap dari cerobong pabrik pupuk di kolong kiri jembatan Ampera, namun jauh dari jalur lintasan matahari. Mengingat kemampuan kamera DSLR yang saya pakai memenuhi standar, maka sengaja pendokumentasian dilakukan tanpa menggunakan filter apapun.
