Masih jelas teringat dalam benaknya, saat awal memutuskan untuk terjun ke dunia fotografi. Ia tak pernah bersekolah foto, tak juga bergabung dalam komunitas fotografi. Modal yang dimilikinya adalah sebuah kamera. Sebelum fokus kepada fotografi musik pada 2009, Adi sempat mempelajari berbagai jenis fotografi yang lainnya. Hal ini baginya adalah sebuah proses pembelajaran. “Memang untuk menjadi seorang ahli dalam suatu bidang harus konsisten, tetapi jauh sebelum itu, tentu ada proses pembelajaran,“ ujarnya. Pada saat itu, dirinya berkarier di sebuah perusahaan iklan. Di sanalah ia berkenalan lebih jauh dengan kamera yang berhubungan dengan pekerjaannya waktu itu, yaitu mendesain. “Saya pertama kali memotret musik waktu itu, adalah seorang gitaris Indonesia.
Waktu itu era awal Facebook. Dia membuat pemberitahuan bahwa akan ada syuting video clip di suatu tempat. Saya datang dan foto-foto di sana. Lalu saya upload dan tag ke dianya. Terus dia senang,“ kisahnya. Semakin akrab dengan fotografi, Adi lalu merasa harus lebih mengutamakan pekerjaan memotret, dan meninggalkan pekerjaan lamanya. Tak tanggungtanggung, saat diajak untuk ikut tur, Adi langsung resign dari pekerjaannya. “Berapa lama kemudian, aku diajak tur ke-10 kota. Aku langsung resign dari tempat kerja. Waktu itu agak bosan juga karena sudah mentok di desain,” katanya.
Benar saja, lelaki lulusan ilmu manajemen ini tak menyesal telah keluar dari pekerjaan lamanya. Adi mengatakan, bahwa memotret membuatnya merasa enjoy karena dunianya menjadi lebih menyenangkan. Inspirasi dalam Memotret “Saya senang musik, tapi belum mengerti bahwa di musik ada musik fotografi sebagai spesialisasi sendiri. Sampai, saya melihat Ross Halvin, fotografer resmi Metallica,” katanya. Kala itu, memang belum banyak fotografer yang khusus memotret musik.
