Tampilkan di aplikasi

Buku Dharmapena Citra Media hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Teh Dete Penggerak Koperasi & UMKM

1 Pembaca
Rp 336.400 72%
Rp 95.450

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 286.350 13%
Rp 82.723 /orang
Rp 248.170

5 Pembaca
Rp 477.250 20%
Rp 76.360 /orang
Rp 381.800

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Banyak orang berpikir menjadi pelaku UMKM bukanlah suatu pekerjaan yang diidam-idamkan atau membanggakan, tapi lebih disebabkan faktor keterpaksaan akibat kena PHK, pensiun, atau dipilih karena tidak mempunyai pekerjaan alias pengangguran. Cara pandang seperti ini harus diubah, karena UMKM bukanlah orang-orang yang terpinggirkan melainkan lebih ke kegiatan entrepreneurship. Jadi, kita perlu sama-sama mengubah mindset ini, sehingga timbul rasa percaya diri. Apalagi di tengah situasi pandemi, banyak pelaku UMKM yang terpuruk dalam jurang kebangkrutan.

Itulah sebabnya, pemerhati UMKM, Koperasi & Ekonomi Kreatif Dr. Dewi Tenty Septi Artiany, SH., MH., M.Kn yang akrab disapa Teh Dete tergugah untuk menyambung kembali mata rantai perekonomian yang terputus di masyakarat. Dituangkan dalam buku berjudul: Teh Dete Penggerak Koperasi & UMKM, bercerita mengenai sepak terjangnya menyemangati dan mencari jalan keluar untuk menghidupkan kembali UMKM dan koperasi. Dikupas secara mendalam, Teh Dete memotivasi pelaku UMKM dalam Komunitas Alumni Unpad yang tergabung dalam Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) dan Kuali untuk ikut pelatihan melek teknologi, sehingga bisa berjualan melalui platform digital.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Tim Redaksi Obsession Media Group

Penerbit: Dharmapena Citra Media
ISBN: 9786239172145
Terbit: Mei 2021 , 186 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Banyak orang berpikir menjadi pelaku UMKM bukanlah suatu pekerjaan yang diidam-idamkan atau membanggakan, tapi lebih disebabkan faktor keterpaksaan akibat kena PHK, pensiun, atau dipilih karena tidak mempunyai pekerjaan alias pengangguran. Cara pandang seperti ini harus diubah, karena UMKM bukanlah orang-orang yang terpinggirkan melainkan lebih ke kegiatan entrepreneurship. Jadi, kita perlu sama-sama mengubah mindset ini, sehingga timbul rasa percaya diri. Apalagi di tengah situasi pandemi, banyak pelaku UMKM yang terpuruk dalam jurang kebangkrutan.

Itulah sebabnya, pemerhati UMKM, Koperasi & Ekonomi Kreatif Dr. Dewi Tenty Septi Artiany, SH., MH., M.Kn yang akrab disapa Teh Dete tergugah untuk menyambung kembali mata rantai perekonomian yang terputus di masyakarat. Dituangkan dalam buku berjudul: Teh Dete Penggerak Koperasi & UMKM, bercerita mengenai sepak terjangnya menyemangati dan mencari jalan keluar untuk menghidupkan kembali UMKM dan koperasi. Dikupas secara mendalam, Teh Dete memotivasi pelaku UMKM dalam Komunitas Alumni Unpad yang tergabung dalam Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) dan Kuali untuk ikut pelatihan melek teknologi, sehingga bisa berjualan melalui platform digital.

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar
Sejak krisis ekonomi tahun 1998 dan tahun 2008, UMKM selalu menjadi penyelamat perekonomian Indonesia. Hal yang ber- beda justru terjadi pada krisis ekonomi tahun 2020 yang dipicu oleh pagebluk. Akibat merebaknya virus SARS-CoV2 penyebab wabah Covid-19, UMKM bukannya menjadi penyelamat krisis, tetapi ikut terjerembap dalam krisis. Problemnya, upaya penyelamatan yang dilakukan oleh pemerintah malah jalan di tempat. Maka, diksi keadilan sebagaimana ditegaskan dalam judul kata pengantar buku ini menemukan relevansinya.

Data menunjukkan, terdapat 64,2 juta unit UMKM di Indonesia (BPS, 2020). Kontribusinya terhadap perekonomian nasional luar biasa, yakni 60,3% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Selain itu, UMKM menyerap 97% dari total tenaga kerja dan 99% dari total lapangan kerja. Badai pandemi membuat UMKM layu, karena menurut Kementerian Keuangan, sektor tersebut adalah yang sangat terdampak signifikan.

Padahal, berkaca dari krisis ekonomi 1998, UMKM adalah sektor usaha yang paling cepat bangkit. Demikian juga dengan krisis keuangan tahun 2008. Kuncinya, tidak lain karena UMKM, meskipun dengan modal yang minim, ternyata tetap mampu menyerap tenaga kerja cukup tinggi. Sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan untuk kebutuhan dasar hidup masyarakat. Inilah yang oleh ekonom Prof. Mubyarto disebut sebagai ekonomi kerakyatan.

Kebalikannya pada saat krisis ekonomi saat ini, sektor UMKM mengalami tekanan akibat tidak dapat melakukan kegiatan usaha, sehingga kemampuan untuk memenuhi kewajiban kredit terganggu. Hal ini menaikkan Non Performing Loan (NPL) perbankan untuk UMKM semakin memperburuk kondisi perekonomian. Belum lagi, penjarakan sosial (social distancing) sebagai dampak mencegah penyebaran Covid-19, membuat ruang gerak UMKM semakin sempit.

Para pelaku UMKM pun menjadi kelompok masyarakat yang rentan terkena imbas resesi ekonomi. Dengan berkurangnya daya beli tentu akan mengakibatkan turunnya produksi ditambah dengan bahan baku yang semakin sulit, karena masih banyak produk yang bergantung pada bahan baku impor. Di tengah kekhawatiran ini, ada celah bagi para pelaku UMKM supaya tetap berproduksi, yaitu dengan jeli memanfaatkan peluang. Ketiadaan stok bahan baku impor sebaiknya segera disiasati dengan cerdik, misalnya mengganti bahan baku impor sebisa mungkin menggunakan bahan lokal.

Seperti kain yang biasa dipakai sebagai bahan fashion memang dulu lebih murah, apabila membeli dari produk luar dibandingkan lokal. Sekarang bagaimana caranya sebisa mungkin pelaku UMKM membeli kain lokal sebagai suatu upaya menggerakan roda produksi pengrajin kain. Packaging plastik yang biasa dibeli dari negara lain diganti dengan kertas daur ulang buatan sendiri atau daun pisang sebagai pembungkus makanan. Hal tersebut selain menurunkan biaya produksi juga akan lebih ramah lingkungan. Ketiadaan dana segar (cash) juga dapat disiasati dengan pola barter antar-pelaku UMKM; pola seperti ini sekarang sudah mulai dilakukan, agar menjaga mata rantai konsumsi dan produksi tetap berjalan.

Untuk korban PHK yang baru saja menganggur bisa ditawarkan sebagai reseller atau dropshipper dari produk-produk UMKM. Sebab, kegiatan tersebut memiliki dua manfaat, yaitu menjadi sumber pendapatan bagi pelaku reseller dan dropshipper juga sebagai tambahan penghasilan serta produksi bagi UMKM. Terakhir yang paling penting adalah membangkitkan semangat dan kecintaan masyarakat untuk membeli produk-produk lokal UMKM. Supaya mereka tetap produktif dan menjaga mata rantai perekonomian, agar tetap berputar di masa krisis.

Melihat kondisi krisis, pemerintah bukannya diam saja. Ada dana sekitar Rp123, 46 triliun sebagai bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk disalurkan kepada UMKM. Dana itu diharapkan mampu membuat pelaku UMKM bertahan di tengah pandemi Covid-19.

Bantuan tersebut antara lain untuk subsidi bunga sebesar Rp35,28 triliun, restrukturisasi kredit senilai Rp78,78 triliun, belanja Imbal Jasa Penjaminanx (IJP) sebesar Rp5 triliun, dan penjaminan modal kerja Rp1 triliun. Lalu, PPh Final UMKM ditanggung pemerintah (DTP) Rp2,4 triliun dan pembiayaan investasi pada koperasi melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Kementerian Koperasi dan UKM sebesar Rp1 triliun. Hanya saja, penyerapan dana tersebut masih kecil, yakni 38,42% atau setara Rp 47,44 triliun selama enam bulan pandemi (Maret hingga September 2020).

Inilah yang kemudian membuat praksis keadilan menjadi hal sulit untuk UMKM. Di satu sisi, UMKM dituntut bangkit, namun di sisi lain pemerintah seperti setengah hati mengeluarkan UMKM dari krisis. Maka, tak salah bila berkembang ungkapan bahwa UMKM kuat, UMKM naik kelas adalah sekadar jargon di saat krisis, tetapi minim bukti dan hanya menjual mimpi.

Sebab, yang diinginkan UMKM adalah kemudahan berusaha, keringanan pajak, dan umpan-umpan kebijakan lain yang sifatnya mendidik untuk menjadi besar. Bukan sekadar dana yang sifatnya charitable yang justru meninabobokan, karena sifatnya sesaat dan melemahkan.

Dari situlah kemudian arti penting prinsip keadilan, sebagaimana yang selama ini selalu didengungkan. Keadilan (fairness) pada dasarnya menempatkan aspek kebersamaan, baik secara umum maupun persamaan kesempatan dan ketimpangan atau ketidaksamaan secara fair. Keadilan pada hakikatnya adalah dengan sukarela tetap dan mantap terus-menerus memberikan kepada setiap orang apa yang memang menjadi bagiannya atau haknya. Inilah yang belum dinikmati UMKM, karena selalu dipandang sebagai anak tiri, berbeda dengan korporasi besar yang selalu dianakemaskan.

Hakikat keadilan sangat dibutuhkan dalam mengatur dan menyelesaikan permasalahan berkaitan dengan perekonomian sebagai sarana utama kehidupan manusia. Oleh karena itu, R Soepomo pernah mengusulkan, agarxi dalam lapangan ekonomi digunakan sistem sosialisme negara. Cabangcabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak harus berdaya guna demi kesejahteraan bangsa. Itulah sebabnya, negara tidak dipandang dari kacamata liberal-individualistis, termasuk dalam pengertian sebagai pribadi, yaitu negara yang abstrak berikut perlengkapan negaranya yang berdiri terpisah dari dan berada di atas individu. Dengan demikian, konsep bernegara Indonesia adalah nasional sosialisme yang bertumpu pada gagasan tentang komunitas politik kebangsaaan.

Dengan demikian untuk pemerintah, adil terhadap UMKM artinya memberi peluang, kemudahan dan kesempatan untuk menjadi besar bukan sibuk dengan jargon UMKM kuat atau UMKM naik kelas di saat krisis. Tetapi, di balik semua itu karpet merah tetap berpihak kepada konglomerasi dan menjadikan UMKM sebagai lembaga charity; tetap dikerdilkan dan hanya menjadi penampung CSR. Untuk masyarakat, bersikap adil memiliki makna dengan menjadikan produk UMKM sahabat baik dalam suasana krisis maupun era normal; bangga dengan produk lokal, memakainya walau sedikit mahal. Karena apa yang kita keluarkan akan menjadi modal bagi UMKM untuk tetap berproduksi.

Pada akhirnya, UMKM tentu saja tidak akan bisa bertahan sendiri pada krisis global kali ini yang begitu kompleks, karena ketidakpastian yang sangat tinggi. Maka diperlukan dukungan semua stakeholder bisnis, yaitu pelaku usaha, investor, kreditur, masyarakat, dan pemerintah untuk bersama-sama bangkit bersatu melawan pandemi Covid-19 dan efek dari krisis global.

Itulah sebabnya, UMKM dituntut untuk terus berusaha berkarya lebih kreatif dan inovatif. Misalnya, dengan memanfaatkan keunggulan dunia digital untuk mencari dan memperkuat pangsa pasar. Selain itu, UMKM mau tidak mau harus mencari sumber permodalan murah dan restrukturisai kredit, serta yang juga tidak kalah pentingnya melalui komunitas sosial membentuk kekuatan ekonomi, seperti yang dilakukan komunitas UMKM Alumni Unpad.


Dr. Dewi Tenty Septi Artiany, SH., MH., M.kn
Penggerak Koperasi & UMKM

Daftar Isi

Sampul
Daftar isi
Kata pengantar
Bab 1 UMKM di tengah pandemi
     Resesi Global, Indonesia Mesti Kuatkan UMKM
     Si Kecil Berperan Besar
Bab 2 Kiprah & kepedulian terhadap UMKM
     UMKM Penggerak Ekonomi Rakyat
     Kecintaan Membeli Produk Lokal
     UMKM Naik Kelas
     Transaksi Online Naik di Masa Pandemi
Bab 3 Rebranding koperasi
     Mengubah Citra yang Kurang Menarik
     Garda Terdepan Perekonomian Nasional
     Pengusaha Ubah Mindset Kembangkan Koperasi
     Tips Sukses Pengelolaan Koperasi
Bab 4 Merek kolektif menuju koperasi & UMKM kuat
     Apa itu Merek Kolektif?
     Merek Kolektif Memajukan Koperasi
     Merek Kolektif Lupba
Bab 5 Kesan kesan sahabat alumni
Daftar pustaka
Profil Teh Dete

Kutipan

UMKM Penggerak Ekonomi Rakyat
Tak dapat dipungkiri UMKM memiliki peran sangat penting dalam roda perekonomian di Tanah Air. Namun, ironisnya keberadaan UMKM belum menjadi sudah dua kali resesi sebelum wabah pandemi, Indonesia terbantu leading di sektor perekonomian. Sementara, terbukti keluar dari resesi tahun 1998 dan 2008 berkat peranan UMKM. Pada dua krisis tersebut, sebagian besar UMKM relatif tak mengalami masalah serius. Bahkan, mereka yang berorientasi ekspor dan menggunakan bahan baku dalam negeri dapat meraih keuntungan. Hasilnya, UMKM mampu menjadi katup pengaman perekonomian nasional saat terjadi krisis.

Dengan PDB Indonesia pada 2018 sebesar Rp14.038 triliun, sumbangan UMKM adalah sebesar Rp8573 triliun. Sementara, pada 2019 sektor UMKM memberi kontribusi sebesar 60% terhadap pendapatan nasional dan merupakan salah satu motor penggerak ekonomi yang paling efektif.

Sementara, di kawasan Asia Tenggara, sekitar 88,8% hingga 99,9% bentuk usaha adalah UMKM dan mampu menyerap 51,7% hingga 97,2% tenaga kerja di ASEAN. Sumbangan UMKM terhadap PDB di negara-negara ASEAN bervariasi mulai dari 24% hingga sampai 61% Pada resesi kali ini kondisinya lebih parah, karena pandemi Covid-19 menghajar tak hanya sisi pekonomian masyarakat, tapi juga semua lini kehidupan.

“Contohnya, dengan diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB yang mempersempit ruang gerak pelaku UMKM. Khususnya terhadap pelaku usaha yang masih menjajakan produknya secara offline, mereka kesulitan mendatangkan pelanggan, begitu pun sebaliknya calon pembeli takut keluar rumah,” ujar Teh Dete dengan nada serius.

Sebanyak 84% UKM dan 82% Usaha Menengah dan Besar (UMB) mengalami penurunan pendapatan sejak pandemi Covid-19 terjadi. Data ini didapatkan dari survei Badan Pusat Statistik (BPS) terhadap 34 ribu pengusaha UMK dan UMB dari berbagai daerah di Indonesia. Survei dilakukan pada 10-26 Juli 2020. Akomodasi dan makanan minuman menjadi sektor terdampak paling signifikan. Sebanyak 92,47% dari responden yang bergerak di sektor ini menyatakan mengalami penurunan pendapatan curam.

Itulah sebabnya, Teh Dete tergugah untuk menyambung kembali mata rantai perekonomian yang terputus di masyakarat. Dia tergerak berperan serta menyemangati dan mencari jalan keluar untuk menghidupkan kembali napas UMKM dan koperasi, agar bisa perlahan-lahan bangkit kembali. Berbagai terobosan digali, misalnya pelaku UMKM yang gaptek segera diberikan pelatihan untuk melek teknologi, sehingga bisa berjualan secara online.

Tak hanya proses digitalisasi, urusan packaging, pengantaran, branding, dan kualitas produk perlu ditingkatkan, sehingga aktivitas repeat order bisa terwujud. Pada masa pandemi sekarang ini menurutnya geliat UMKM kembali dipertaruhkan, apakah bisa kembali menjadi backbone perekonomian Indonesia pada saat krisis?