Kita syukuri kehadiran Ramadhan tahun ini. Kehadirannya kita yakini bukan semata karena rotasi, perputaran bulan dan matahari. Harapan kita Ramadhan tahun ini mampu membongkar kesadaran eksistensial kita sebagai manusia sehingga kita terus-menerus hidup dalam kebaikan dan perbaikan. Di samping itu, kita mohon kepada Allah SWT, agar Ramadhan kian bertenaga, yakni memberikan kebaikan dan perbaikan bagi kehidupan sosial, ekonomi, lingkungan, budaya, dan politik.

Harapan kita, ”The Power of Ramadhan” mengalir ke tempat-tempat maksiat, prostitusi, perjudian, tempat-tempat yang di dalamnya ada praktik penipuan, pembodohan, tindak kriminal, termasuk korupsi dan nepotisme. Sedangkan keberkahan Ramadhan tahun ini, kita berharap, bisa memperbaiki kehidupan mereka yang selama ini fakir, miskin, bodoh, tertinggal, dan jauh dari standar kehidupan yang layak, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan.

Alhamdulillah akhirnya buku kecil ini bisa diterbitkan dan disebarluaskan kepada masyarakat tepat menjelang kehadiran bulan suci Ramadhan tahun ini. Kendati dalam prosesnya sempat menemui ketidakpastian dan keraguan. Puasa memang selalu saja mengundang daya tarik dan keindahan serta romantika masa kecil dan kenikmatan berdekat-dekatan dengan Tuhan.

Tetapi kita selalu bertanya di ujung kepergiannya: adakah yang tersisa yang masih kita miliki setelah Ramadhan meninggalkan kita? Padahal ia bulan latihan, bulan pendidikan, bulan penggembelengan, bulan cinta, dan bulan keinsyafan secara massif pada diri pribadi Muslim. Tetapi mengapa kita belum juga berhasil untuk menjadikan Ramadhan sebagai power buat kita? Selepas Ramadhan, sikap dan perilaku kita tak ubahnya seperti pada bulan suci Ramadhan.

Yang pasti Ramadhan bukan bulan penuh kepura-puraan: pura-pura shubuh berjamaah, pura-pura tadarus, pura-pura cinta dhu’afa, pura-pura dermawan, pura-pura tarawih dan qiyamul lail, pura-pura sahur dan berbuka, dan bahkan purapura mencintai Allah dan Rasul-Nya. Karena itu Ramadhan tahun ini seyogyanya mampu menjadi tenaga (power) bagi diri kita untuk melawan semua sifat ikut-ikutan dan kepurapuraan tersebut.

Jika demikian bukan tidak mungkin kita berhasil menjadikan Ramadhan sebagai bulan yang berhulu ledak hebat sehingga pada sebelas bulan kedepan kita tetap memegang teguh nilai-nilai kedigdayaan puasa untuk pribadi, keluarga, masyarakat, bahkan bangsa dan negara ini. Dalam proses penerbitan buku ini penulis berhutang budi kepada banyak pihak, baik pribadi maupun instuisi.

Tetapi sengaja penulis tak hendak memaparkannya di sini, karena tak kuasa penulis menyebutkannya lantaran terlalu banyaknya budi baik mereka.

Akhirnya, penulis menyerahkan kepada pembaca yang budiman untuk memperbaiki kekurangan buku ini sehingga semakin bermanfaat. Semoga buku ini dicatat Allah sebagai amal kebaikan yang bisa memasukkan kita semua ke dalam golongan orang-orang bertakwa dan masuk surga. Amin.

Depok, 20 Maret 2018

Penulis

Cover
Pengantar Penerbit
Pengantar Penulis
Prolog
Daftar Isi
Bab 1: Suka Cita Berpuasa
Bab 2: Saatnya Menangis
Bab 3: Bulan Penuh Ikhlas
Bab 4: Bulan Kejujuran
Bab 5: Bahagia Saat Berbuka
Bab 6: Puasa Berbuah Surga
Bab 7: Bulan Reformasi
Bab 8: Puasa Menjadikan Dunia Serasa Surga
Bab 9: Mengikis Cinta Dunia
Bab 10: Keluarga Bertakwa Keluarga Bahagia
Bab 11: Bulan Kaum Perempuan
Bab 12: Saatmya Menahan Marah
Bab 13: Bulan Rekonsiliasi
Bab 14: Menebar Sabar
Bab 15: Mendoakan Pemimpin
Bab 16: Memulai Hidup Sederhana
Bab 17: Al-Qur'an Adalah Pedoman
Bab 18: Puasa dan Etos Kerja
Bab 19: Berpihak Kepada Kebenaran
Bab 20: Berkah dengan Sedekah
Bab 21: Bulan Berbagi Suka
Bab 22: Saatnya Iktikaf
Bab 23: Tenaga Lailatul Qadar
Bab 24: Zakat Itu Dahsyat
Bab 25: Mudik Ruhani
Bab 26: Detik Akhir Ramadhan
Bab 27: Gema Takbir
Bab 28: Makna Hakiki Idul Fitri
Bab 29: Ziarah Kubur
Bab 30: Halal Bihalal
Biografi Penulis