MK menolak mengadili gugatan soal lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT) dan zina. MK menyatakan perumusan delik LGBT dalam hukum pidana Indonesia masuk wewenang DPR-Presiden. Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi terhadap sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur soal kejahatan terhadap kesusilaan.
Adapun tiga pasal yang digugat adalah Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292. "Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat dalam sidang pleno di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis 14 Desember 2017. Gugatan ini diajukan oleh Guru Besar IPB Euis Sunarti bersama sejumlah pihak, yang mayoritas ibu-ibu pada 2016 lalu.
Dalam gugatannya terkait Pasal 284 KUHP, pemohon mengatakan cakupan seluruh arti kata "zina" hanya terbatas bila salah satu pasangan atau keduanya terikat dalam hubungan pernikahan. Padahal, pasangan yang tidak terikat pernikahan juga bisa dikatakan zina.
Adapun untuk Pasal 285 KUHP, pemohon juga meminta perluasan makna perkosaan bukan hanya dilakukan pelaku terhadap wanita, tetapi juga kepada pria. Kemudian Pasal 292, pemohon meminta para pelaku seks menyimpang atau dalam hal ini LGBT, diminta jangan hanya dibatasi oleh orang dewasa.
Meski demikian, Hakim MK memandang, pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum. Walau ditolak, terjadi dissenting opinion. Empat hakim yang memiliki pendapat berbeda ialah Hakim Arief sang Ketua MK, Hakim Anwar Usman, Hakim Wahiduddin Adams, dan Hakim Aswanto. Ada sejumlah alasan pendapat mereka.
Majalah Forum Keadilan di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.