Kartu Ceo, Pada 2012 lalu kami sempat bikin survei terhadap sekitar 2500 remaja cowok di seluruh Indonesia. Salah satu pertanyaannya adalah, “Pekerjaan apa yang paling kamu idamkan?”. Jawabannya cukup variatif. Tapi, salah satu dari dua jenis pekerjaan yang paling diidamkan saat itu adalah wiraswasta alias jadi entrepreneur. Satunya lagi adalah PNS alias pegawai negeri. Pas dikorek lebih dalam lagi kenapa pengen jadi entrepreneur, salah satu jawaban yang paling sering muncul adalah lantaran pengen jadi bos bagi dirinya sendiri. Ya. Dengan alasan masing-masing, intinya, teman-teman kita itu nggak mau jadi bawahan.
Nggak salah juga sih. Soalnya kan memang jadi bos itu harusnya memang paling enak. Bisa mengendalikan semuanya sendiri sesuai kemampuan dan kemauan diri. Nggak perlu tergantung dengan orang lain. Gampangnya soal waktu saja lah. Kalau kerja di kantor milik orang kan perihal waktu masuk dan pulangnya diatur sesuai aturan pemilik alias bos kantor itu. Sementara kalau kerja sendiri dan/atau jadi bos buat perusahaan milik sendiri, apapun bidang usahanya, menurut teman-teman tadi, kita bisa mengatur waktu masuk dan pulang sesuai kemauan kita sendiri. Kalau lagi pengen libur, ya libur saja. Nggak perlu minta ijin dari siapapun.
Asik? Bisa jadi begitu. Yang sering kali suka nggak kelihatan adalah proses menuju ke level yang dibayangkan itu tadi. Memang di kartu nama, mudah saja kita menuliskan jabatan atau title “CEO”, “Director”, “Founder” atau apalah. Selama punya modal dan usaha, aman dan sah saja. Tapi, ya itu tadi. Pada kenyataannya, untuk jadi bos nggak selamanya seindah title yang tercetak di kartu nama. Itu sebab, minggu ini, kami sepakat membahas soal bos-bos muda usia muda. Supaya kita bisa dapat gambaran lebih utuh soal being a boss, baik senang maupun susahnya. Biar kita nanti nggak semena-mena ketika mutusin untuk mencetak kata “CEO” sebagai jabatan di kartu nama. Begitu.