Tampilkan di aplikasi

Berdakwah di udara

Majalah Hidayatullah - Edisi 10/2017
18 Januari 2018

Majalah Hidayatullah - Edisi 10/2017

“Siaran adalah berbagi kebaikan dan menebar inspirasi. Seorang penyiar sejatinya adalah dai,” prinsipnya. / Foto : Dokumen Majalah Hidayatullah

Hidayatullah
Dakwah tak cuma ceramah di atas mimbar. Dengan menjadi penyiar radio pun bisa. Bagaimana caranya? Jarum jam menunjuk pukul 3 dinihari. Udara di Kota Batu (Jawa Timur) dingin menusuk tulang. Suasana sepi. Sungguh kondusif untuk tidur pulas dengan selimut tebal.

Namun tidak demikian dengan Ustadz Eko Purnomo (40 tahun).
Meskipun udara di kota wisata itu membuat badan menggigil, pria ramah ini tetap harus bergegas melaksanakan tugas. Yakni menghidupkan pemancar Radio Mitra 97 FM dan menyiarkan muratal al-Qur`an agar pendengar beranjak menunaikan shalat Tahajud.

Setelah itu, Eko tak bisa kembali ke tempat tidur. Sebentar lagi harus menyiarkan kumandang azan Shubuh dan zikir pagi. Kemudian harus siap-siap siaran jam 6.

“Siaran di radio kelihatannya sepele dan hahahehe, tetapi harus disiapkan secara serius,” jelas pria yang punya nama udara Harits Purnama ini. Eko baru bisa rehat sekitar jam 8. Itupun tak lama. Ia kemudian sibuk di studio produksi untuk merancang pembuatan iklan, jingle, insert, dan berbagai produk siaran. Jam 8 malam, Eko harus on air lagi sampai closing jam 10.

Rutinitas harian semacam itu sudah dilakoni sekitar 9 tahun.
Wajar jika suaranya sudah begitu akrab di telinga pendengar radio di area Malang Raya. Meski tidak semua fans (penggemar) kenal wajahnya.
Majalah Hidayatullah di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI